Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bank Syari’ah; Dakwah melalui pendekatan Ekonomi

Walaupun Indonesia menjadi anggota G20, tapi tidak berarti bahwa Indonesia sudah menjadi Negara Maju. Dalam pemahaman saya, Negara Maju adalah Negara yang tingkat kemiskinannya sangat kecil, atau jikapun terdapat warga miskin namun dijamin kelayakan hidupnya oleh Negara. Dengan jumlah angka kemiskinan masyarakat Indonesia yang masih tinggi, dan masuknya Indonesia ke dalam G20 tidak serta merta bahwa angka kemiskinan penduduk Indonesia menurun.

Menurut data dari BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia hingga bulan Maret 2009 mencapai 14,14 %. Dengan angka kemiskinan sebesar itu berarti terdapat sekitar 32,53 juta jiwa penduduk miskin di Indonesia, luar biasa. Dengan angka kemiskinan yang begitu tinggi, pemerintah justeru malah ingin menaikan gaji para pejabat—sungguh ironis. Namun tentu saja dalam catatan kecil dan pemikiran yang sangat sederhana ini, saya ingin mengungkapkan bahwa bagaimana merubah masyarakat yang miskin tersebut adalah dengan pendekatan Dakwah Ekonomi. Karena dalam pandangan Jalaluddin Rakhmat, jumlah penduduk miskin yang sangat fantastis tersebut, bukan dikarenakan factor cultural atau karena mental masyarakat Indonesia yang bernasib miskin, namun karena system ekonomi Indonesia yang belum mampu menyentuh mereka. Oleh karena itu, system pulalah yang harus menjadi solusi dari kendala kemiskinan tersebut. Dalam tulisan ini, Dakwah ekonomi merupakan jalan terbaik untuk menyentuh penduduk miskin tersebut.

Secara etimologi dakwah berasal dari kata do’a dan yad’u yang artinya memanggil, Mengundang, menggajak, menyeru, mendorong, dan memohon (Warson Munawir, 1994:439). Menurut beberapa ilmuwah, Dakwah dapat diartikan mendorong manusia untuk berbuat kebajikan dan mengikuti petunjuk (agama), menyeru mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari perbuatan munkar agar memperolah kebahagiaan dunia dan akhirat (Syekh Ali Makhfudh dalam kitabnya Hidayatul Muesyidin), dalam bukunya ad-Dakwah ila al-Islah mengatakan dakwah adalah upaya untuk memotivasi agar orang berbuat baik dan mengikuti jalan petunjuk, dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan tujuan mendapatkan kesuksesan dan kebahagian dunia dan akhirat (Muhammad Kh dr Husein). Seruan atau ajakan kepada kainsyafan, atau usaha mengubah sesuatu yang tidak baik kepada sesuatu yang lebih baik terhadap pribadi maupun masyarakat (Quraisy Syihab, 1992:194).

Dari beberapa pengertian di atas maka Dakwah dan lebih khusus dalam pengertian dakwah ekonomi dapat dimaknai bagaimana merubah suatu keadaan dari kondisi yang buruk kepada kondisi yang lebih baik. Bagaimana merubah keadaan masyarakat yang tidak berpendapatan ke dalam masyarakat yang berpendapatan sehingga dapat menghindarkan masyarakat dari kekufuran yang disebabkan oleh factor ekonomi. Bagaimana merubah masyakarakat yang memiliki penghasilan pas-pasan menjadi memiliki sedikit tabungan untuk jaminan masa depan/ tuanya jika panjang umur atau untuk anak-anaknya kelak.

Dalam pandangan rekayasa sosial, bagaimana merubah suatu masyarakat setidaknya harus memiliki beberapa komponen, yakni ide, sekelompok orang, dan gerakan sosial. Dakwah juga dapat dilakukan melalui berbagai bentuk, dakwah melalui struktur, cultural ataupun mobilisasi massa seperti diungkapkan oleh Kuntowijoyo. Ide sudah lama ada, sekelompok orang yang bergerak dalam bidang dakwah ekonomi sudah banyak dan gerakan-gerakan ke arah sosialisasi Bank Syari’ah sebagai pondasi ekonomi yang sehat dan bebas bunga telah banyak dilakukan. Bahkan Kementrian KUMKM pun menjadikan kredit ekonomi syari’ah sebagai program hingga masuk ke BMT-BMT yang berada di pelosok.

Dalam survey yang penulis lakukan pada tahun 2007 terhadap beberapa koperasi atas bantuan dana dari KUMKM untuk program P3KUM dan P3KUM Syari’ah, dana bantuan untuk Koperasi dan Koperasi Syari’ah di dalamnya paling sedikit 50 juta, bahkan Koperasi Syari’ah yang dikelola oleh Pesantren Persis Tarogong Garut mencapai 500 juta dan ada yang mencapai 1 Milyar. Namun ketika wawancara efektifitas dari penyaluran dananya, Koordinator Koperasi Syari’ah Pesantren Persis merasa kesulitan menyalurkan dana, sebab terbatas pada anggota Persis saja. Termasuk ketika wawancara dengan coordinator Koperasi Syari’ah di Daerah Wanaraja menyatakan bahwa penyaluran dananya tidak efektif karena system kekerabatan yang digunakan, padahal orang yang dipinjami dana cukup mampu.

Dari hasil survey tersebut saya memiliki kesimpulan sementara bahwa dana yang disalurkan kepada nasabah tidak optimal dan tidak kena sasaran. Padahal masih banyak warga yang membutuhakan, apalagi terbatas pada keanggotaan organisasi saja, jelas ini tidak efektif. Itu artinya bahwa system belum berjalan dengan optimal.
Dakwah ekonomi sebagai system, tentu tidak hanya mengajak, menyeru atau memotivasi saja agar orang mau melakukan sesuatu, merubah diri ke dalam kondisi yang lebih baik. Dalam kasus Dakwah Ekonomi yang penulis alami. Sistem tersebut yang harus dilakukan atau dibenahi adalah pembinaan, pendidikan, pengawasan, dan inventarisir masyarakat yang tidak/ kurang mampu untuk kemudian dibina untuk memiliki usaha tertentu, tidak hanya mengandalkan penghasilan dari pekerjaan serabutan misalnya. Jika semua itu bisa dilakukan tentu kita berharap dapat meminimalisir orang yang tidak memiliki penghasilan tetap menjadi memiliki penghasilan. Dengan memilikinya seseorang akan penghasilan tetap dapat juga meminimasilir sikap-sikap yang dapat merusak harga dirinya dan merugikan orang lain, semisal mencuri atau merampog. Dengan demikian maka dakwah melalui pendekatan ekonomi akan berjalan.

Jika semua itu bisa dilakukan, Bank Syari’ah yang sistemnya digunakan oleh koperasi Syari’ah atau BMT dengan demikian telah melakukan kewajibannya dalam bidang Dakwah di Bidang ekonomi. Ballighu anni walau ayat. Semoga!

Post a Comment for "Bank Syari’ah; Dakwah melalui pendekatan Ekonomi"