Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Balik Bandung Via Kamojang, menuju Perantauan Sambil Berwisata


Gunung Cikuray Garut, gambar diambil dari daerah Legok Pulus Samarang [dok. abahraka.com].
[abahraka.com] - Saat melakukan bakti sosial di Kecamatan Ibun, pernah satu kali naik ke Kamojang, jalannya sangat curam, mungkin tanjakannya mencapai 45O. Motor 110 CC harus menggunakan gigi satu, padahal tidak pakai boncengan. Sejak saat itu, cerita-cerita tentang asyiknya mudik melalui jalan Kamojang sudah tidak menarik lagi. Apalagi beberapa tahun lalu, saat wisata ke Kamojang, mobil carry tidak bisa naik dan akhirnya harus balik lagi. Padahal setiap tahunnya, atau setiap kakak (abang) pulang ke rumah ibu, balik lagi ke Bandung selalu melalui Kamojang. Katanya jalanannya melongpong, gak macet.

Belakangan, sejak pemerintah Kabupaten Bandung membangun lingkar Cukang Monteng, jalan baru yang cukup lebar, apalagi dengan ikon jembatan kuning, sebagai ikon baru Kamojang seakan terus ngabibita untuk merasakan indahnya berswafoto di sana. Jembatan Cukang Monteng yang terkenal dengan Kamojang Bridge Hill tersebut sering diberitakan, beredar di media sosial, dan dipublikasikan media massa. Jembatan baru tersebut seakan menjadi daya Tarik wisata baru di wilayah Bandung paling Timur. Kakak pun selalu bilang, jika ingin balik ke Bandungnya tidak macet, jalur Kamojang menjadi pilihan, dibandingkan melalui jalur Cijapati, harus melalui jalur Tarogong-Leles yang menjadi biang macet ditambah juga dengan jalannya yang kecil dan cukup curam juga.

Setelah beberapa tahun lewat, Cukang Monteng kian mentereng di media sosial, diberitakan media nasional, menjadi idola pengendara yang lewat. Baru saya ngeuh, bahwa curamnya jalan Kamojang tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Apalagi setelah satu kali, saya mengunjungi wisata alam Kawah Kamojang. Dengan jalan yang sudah hotmix, pemandangan yang ciamix, dan juga daya tarik jembatan yang menjadi magnet para pejalan yang lewat. Akhirnya meluluhkan hati saya untuk mencoba lewat jalur Kamojang. Jalannya pun sudah sangat memadai dan cukup nyaman untuk pengendara roda dua ataupun empat.

Perjalanan Tarogong Kaler – Kamojang
Rumah saya berada  di antara perbatasan Kecamatan Samarang dan Kecamatan Tarogong Kaler, tepatnya Desa Mekarwangi. Seberang jalan rumah saya sudah masuk Desa Cintarakyat kecamatan Samarang. Jika ada yang bertanya, saya berasal dari mana, biasanya saya jawab dari Samarang tapi masuk kecataman Tarogong. Seperti halnya tempat tinggal sekarang, berada di wilayah Cibiru tapi masuk kecamatan Cileunyi.

Wilayah Kecamatan Samarang Garut berbatasan langsung dengan Kecataman Ibun-Kabupaten Bandung. Di wlayah Samarang terdapat beberapa Hotel Resort seperti Sampireun, Mulih ka Desa, Kamojang Resort, juga resto sunda. Di Samarang juga terdapat destinasi wisata sekaligus restoran Kebun Mawar di wilayah Situ Hapa, Area Konservasi Elang, ataupun arboretum atau kebun Botani yang mengoleksi berbagai macam pepohonan yang juga menjadi perpustakaan herbal serta sumber mata air.

Sedangkan di wilayah Kamojang, setelah melewati wilayah Arboretum, ada beberapa destinasi wisata, selain Kawah Kamojang yang sudah cukup nyaman tempatnya dengan pengelolaan yang cukup baik dan tertata lebih rapih, juga terdapat wisata edukasi pertanian di komplek pemukiman warga atau dekat komplek pertamina. Wahana baru yang bisa saya lihat ada destinasi wisata air panas, outbond, ATV, hutan pinus, jembatan Cukang Monteng.

Gunung Papandayan, gambar diambil dari Legok Pulus [doc. abahraka.com]
Selain tempat wisata yang cukup bisa memuaskan dahaga untuk traveling, sepanjang perjalanan Jalan Kaum/ Samarang menuju Kamojang juga dihiasi pemandangan menakjubkan. Gunung Cikuray dan Papandayan yang menjadi salah satu ikon para climber Jawa Barat khususnya, menjadi latar perjalanan saya hingga sampai di daerah Legok Pulus. Cikuray dan Papandayan yang biasanya sering terlihat terpisah dan berjauhan saat saya lewati  kini seakan berdampingan. Takjub.

Gunung Papandayan, dilihat dari kejauhan begitu eksotik dengan pemandangan bekas letusan kawahnya.  Menambah asyiknya perjalanan. Bahkan saya sampai berhenti beberapa kali untuk menyaksikan kedua Gunung tersebut. Selain kedua gunung yang cukup terkenal di Garut tersebut, hamparan sawah dan palawija yang terhampar luas, memberikan aura kesejukan udara di Garut. Perjalanan sepanjang 15 km dari rumah hingga melewati Samarang tidak terasa dan akhirnya memasuki wilayah Randu Kurung yang sudah tidak lagi terdapat persawahan.

Randu kurung merupakan salah satu wilayah penghasil akar wangi terbesar yang terkenal di Garut. Masih menjadi bagian dari Kecamatan Samarang. Sepanjang perjalanan melewati Randu Kurung menyuguhkan pepohonan tinggi, perkebunan, khususnya kebun akar wangi dengan rumput tinggi-tinggi. Juga pertanian nonpadi dengan palawija atau sayur mayor, tanaman jangka pendek.

Melalui jalanan yang kosong, sepoinya angin Randu Kurung terasa sangat sejuk. Tanpa ada tat tit tuut bunyi klakson yang ingin menyalip kendaraan kita, motor yang saya kendarai bisa dengan santai dijalankan. Kanan kiri pohon tinggi-tinggi, dari jabon, suren, pinus, hingga jati.

Memasuki Legok Pulus, suasana berganti seperti puncak. Dengan bebukitan saling menonjolkan diri, tak beda jauh dengan pemandangan bukit Teletubbies. Kanan kiri bukit dipenuhi dengan tanaman pertanian jangka pendek atau sayur-mayur. Truck sayuran pengangkut hasil pertanian beserta alat penimbangnya menambah indahnya kesan pedesaan.  Penjual hasil tani pinggir jalan siap menjajakan  sayur dan buahnya kepada para pengendara dan pejalan. 

Legok Pulus terlewati, kita akan melewati wilayah Arboretum Citepus, yang menyimpan koleksi berbagai jenis pohon hingga mencapai sekitar 800 jenis. Termasuk buah-buahan yang sudah langka di pasaran seperti Kesemek, Pisitan, Kupa, dan lainnya. Area Arboretum terlewati kita akan menemukan kawasan Wisata Edukasi Konservasi Elang, masih termasuk Daerah Garut tepatnya Kecamatan Samarang. Menurut sang guide, hampir 70 %  jenis Elang dari 700an varietasnya ada di Indonesia, sehingga menjadi satu kewajaran jika harus ada konservasi elang di Indonesia. Dan Destinasi Konservasi Elang Samarang tersebut satu-satunya di Indonesia. Sebagai bentuk keprihatinan terhadap maraknya jual beli Burung Elang yang dilindungi di Indonesia. Konservasi Elang ini disponsori oleh #Pertamina. 

Baru sampai pada wilayah perbatasan Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung dan Kecamatan Samarang, pengendara akan disambut dengan Gapura Selamat Datang di Desa Wisata Ibun dengan gambar foto Bupati Bandung. Kanan kiri begitu rimbun dengan pepohonan. Hutan konservasi tersebut di antaranya dipenuhi pohon pinus yang bisa dijadikan sebagai tempat berteduh. Sebalah kanan jalan menunggu para pencari rizki dengan saung-saung sederhananya. Beberapa motor berhenti untuk menyicipi dinginnya alam Ibun dan sekedar mencicipi seduhan mie rebus dan kopi.

Gapura perbatasan Kab. Garut dan Kab. Bandung [doc. abahraka.com].
Melewati Gapura Selamat datang, akan disuguhkan dengan berbagai plang pertamina dan masuk komplek pemukiman warga. Persis seperti kota di tengah-tengah hutan. Dengan jalan hotmix yang rapih. Aura suasana seperti dalam latar film-film Hollywood tampak terasa. Sebuah kota yang jauh dari kebisingan tetapi tersedia segala kebutuhan. Seperti tampak bukan desa dengan bangunan yang cukup mewah. Salah satu yang membuat suasana tersebut adalah komplek perumahan Pertamina. Di komplek ini juga terdapat salah satu wisata edukasi pertanian; mulai dari tanaman jangka pendek (sayur) juga tanaman menahun.

Melewati komplek pemukiman warga, piva-piva besar sudah mulai tampak. Piva penghantar gas bumi tersebut masih milik pertamina untuk disalurkan dan diolah ke PT Indonesia Power dan menjadi bahan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang. Jalur ini sekaligus juga jalan menuju Kawah Kamojang. Banyak pengendara berhenti, pedagang asongan juga sudah mulai meminggirkan roda dagangannya. Sebagian pengendara hanya sekedar istirahat, sebagian lain tampaknya berencana mengunjungi Kawah Kamojang.

PLTP Indonesia Power Kamojang [doc. abahraka.com].
Melewati area PLTP dan jalan menuju Kawah Kamojang, baru kita menemui jalan baru yang masih segar, dengan beton yang kokoh dan ukuran cukup lebar. Inilah yang dimaksud dengan Lingkar Cukang Monteng. Lingkar Cukang Monteng lebih mirip jalan tol, jalan tanpa hambatan. Di ujung Cukang Monteng, Jembatan Kuning menyambut. Inilah yang menjadi ikon baru daerah Kamojang yang dahulu terkenal dengan Kawahnya.

Saat ke daerah Kamojang, Kawah bukan satu-satunya tujuan wisata alam. Tapi Kamojang juga menyediakan tempat wisata lain seperti disebutkan di atas; Kolam Renang, Outbond/ ATV, Trail, Hutan Pinus, atau Jembatan Cukang Monteng yang saat penulis Balik Bandung sudah dipenuhi pengunjung yang sengaja berhenti untuk berswafoto. Saya berswafoto? Gak ah! Cukup ambil satu foto saya untuk sekedar mewakili bahwa saya pernah berkunjung atau melewati tempat ini.

Jalan Cukang Monteng

Lingkar Cukang Monteng

Kamojang Hill Bridge, tempat favorit swafoto
Lain kali, mungkin bisa semakin sering mudik atau balik Bandung lewat tempat yang memanjakan mata dengan hehijauan ini dan pemandangan langka ini.***[]

Post a Comment for "Balik Bandung Via Kamojang, menuju Perantauan Sambil Berwisata"