Patriarki dalam Hubungan Rumah Tangga, karena Kondisi atau Relasi Kuasa Laki-laki?
![]() |
Ilustrasi by AI (abahraka.com) |
Posisi Suami dalam Rumah Tangga
Judulnya berat ya, seperti judul makalah riset (hehehe….),
Tapi enggak apa-apa ya, untuk
generasi milenial mungkin gak terlalu asing, bahasanya jadul banget.
Catatan ini setidaknya, ingin menggambarkan,
bagaimana posisi suami dalam budaya patriarki yang tidak ketat. Berangkat dari beberapa komentar
dalam tulisan Menjadi Suami, Ayah, dan Bapak Rumah Tangga.
Salah satu komentarnya adalah
bahwa di Indonesia budaya yang dominan adalah patriarki yang ketat.
Apakah ketika saya menulis dua
artikel menjadi suami, ayah dan bapak rumah tangga & artikel Pekerjaan Rumah Tangga yang disambil sama Bapak-bapak saya tidak menerapkan konsep
patriarki?
Mungkin saja saya juga menganut sistem patriarki.
Budaya ini sudah umum di Indonesia, untuk beberapa mungkin seperti di Minang
atau NTT Flores ada yang menganut matriarki. Tapi mayoritas di Indonesia, Bapak
Bekerja di luar, dan Ibu bekerja di rumah. Walaupun bapak berada di rumah,
sepertinya jika anak nangis atau anak pengen makan, pastilah diserahkan ke Ibunya.
Patriarki banget ya....
Ya, di keluarga jikga mencermati kondisi
sekarang, tidak beda dengan sistem patriarki. Laki-laki bekerja dan Ibu RT
mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Saya sebagai suami bertanggung jawab untuk
memenuhi semua kebutuhan keluarga secara ekonomi, penuh.
Akan tetapi yang menjadi catatan saya sebagai bapak-bapak rumah tangga, ingin memberikan keleluasaan kepada isteri, untuk bisa beraktivitas selain
hanya mengurus rumah tangga. Misalnya jualan atau ngajar karena kebetulan
isteri memiliki kualifikasi itu. Saya bebaskan, itupun dengan beberapa catatan.
Sesuai dengan kesepakatan, tidak ada konsep menitipkan anak kepada siapapun
dalam jangka waktu yang panjang sebelum anak setidak-tidaknya berumur 7 tahun.
Jika pun setelah 7 tahun bisa dititipkan itupun bukan karena bekerja, tapi karena
ada urgensi lain.
Pengalaman Tetangga tentang Isteri Bekerja
Ilustrasi by AI (abahraka.com)

Sejak saya kuliah, saya punya tetangga, isterinya
bekerja. Suaminya di rumah. Apakah suaminya memang tidak bekerja? Sebetulnya
bekerja, hanya setelah resign, sang suami berusaha untuk mencari lagi. Kadang
lama berada di rumah, lalu mendapatkan pekerjaan lagi. Seperti itu
berulang-ulang.
Saat berada di rumah, antar sekolah, masak, dan
beberapa pekerjaan rumah dikerjakan suami. Namun rupanya, kebutuhan
ekonomi yang terus bertambah, sang isteri merasa kewalahan. Suami merasa asyik
berada di rumah, padahal semua pekerjaan rumah dikerjaan suami. Walaupun
isterinya juga sesekali belanja ke warung untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Namun lama-lama seperti bosan dan
merasa berat jika suami tidak ikut memikirkan ekonomi keluarga.
Di Indonesia budaya patriarki sudah
mendarah daging, agak sulit jika suami tidak bekerja dan tidak memikirkan
tanggung jawab ekonomi untuk keluarga. Jadi walaupun isteri bekerja, tapi
tanggung jawab ekonomi keluarga sepertinya tetap berada di tangan suami. Keluarga
tetangga itu contohnya.
Karena lama tidak lagi bekerja, akhirnya
isterinya menggugat suami. Berpisah. Beruntung saat itu, anak-anak
seringnya diasuh oleh babysitter karena saat keduanya bekerja, anak
tetap harus ada yang menjaga. Saat berpisah, anak-anak relatif sudah beranjak
dewasa, kecuali yang bungsu.
Isteri Bekerja, Suami Tetap Bertanggung Jawab
Di Indonesia mungkin sudah banyak isteri yang bekerja, tapi jika suami tidak mengambil peran dan tanggung jawab ekonomi yang utama, sepertinya tidak sedikit yang berakhir seperti tetangga saya.
Isteri bekerja, harus diposisikan oleh suami bukan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, sekolah, dan semuanya. Namun untuk aktualisasi isteri dan
kebutuhan isteri yang belum bisa dipenuhi semuanya oleh suami. Sedangkan semua
kebutuhan keluarga apalagi yang berat-berat seperti sekolah dan rumah tetap
harus berada di tangan suami.
Artinya, Patriarki mungkin lebih cocok, tapi dengan penyesuaian kebutuhan dan adaptasi. Patriarkinya tidak kaku. Sehingga walaupun suami yang full bertangung jawab untuk ekonomi keluarga, namun tetap mengambil peran di rumah tangga.
Begitu juga jika isteri bekerja, suami tetap bertanggung jawab penuh untuk kebutuhan keluarga.
Adakah konsep patriarki yang saya terapkan?
Jadi patriarki bukan suatu pemahaman, “kamu kan isteri, ya kamu dong
yang mengerjakan ini itu di rumah”. Patriartik di sini lebih ke berbagi peran
saja, karena isteri ada di rumah.
Saya yakin, jika posisinya saya yang tidak
bekerja dan isteri yang bekerja, secara otomatis pekerjaan rumah itu akan jatuh
ke tangan saya yang berada di rumah. Semua pekerjaan rumah. Karena sudah take for granted.
Begitupun dengan sekarang,
istilah take for granted mungkin tepat. Sudah terkondisikan bahwa
pekerjaan rumah itu buat yang sepanjang harinya berada di rumah. Bukan karena
itu adalah pekerjaan isteri.
Oleh karena itu, saat saya berada
di rumah, saya memosisikan diri sebagai bapak rumah tangga, jika ada pekerjaan rumah yang masih belum terpegang. Maka saya mengambil peran itu. Contohnya, saat
isteri memiliki aktivitas di luar, dan terdapat peralatan makan minum dan lainnya
yang menumpuk di tempat cuci, sering – bahasanya sering ya, tidak hanya sekali,
saya yang mencuci.
Begitupun, saat pakaian yang telah dicuci saya
lihat masih teronggok di depan mesin, bahkan ini tiap hari saya lakukan, saya
jemur, bahkan seringkali dan seringnya saya yang mengangkat jemuran tersebut. Kecuali
hujan, posisi saya ada di luar, dan di rumah hanya ada isteri, berarti isteri
yang mengangkat.
Dalam tulisan beberapa pekerjaan yang bisa
disambil sama suami, itu adalah pekerjaan-pekerjaan yang sering dan sesekali
saya kerjakan. Bahkan tiap hari juga ada. Artinya, patriarki yang ada di rumah
bukan soal kamu kan isteri, kamu tugasnya ini ini dan ini di rumah.
Sekali lagi, ini hanya soal berbagi
peran saja. Jika memang posisinya isteri yang bekerja dan semua pekerjaan rumah
masih harus tetap isteri yang mengerjakan. Itu baru namanya patriarki. Masihkah
ada keluarga yang seperti itu? Yakin, banyak banget, tapi bukan berarti budaya
ini selalu menjadi pegangan setiap keluarga. Hanya soal kesempatan dan keadaan
juga ada.
Tidak Sadar Tiba-tiba
Awal pernikahan, saya juga terkondisikan
dengan konsep patriarki. Walaupun penghasilan saya minim, dan seringkali pulang
sore kadang pulang saat gelap, saya merasa bahwa ya silakan saja pekerjaan
rumah orang rumah yang mengerjakan.
Situasi dan kondisi mengajarkan saya,
bahwa seorang suami juga harus bisa mengambil peran pekerjaan di rumah. Karena tidak setiap hari berada di
luar. Maka ketika ada kesempatan dan waktunya tidak sedang mengejar dateline, saya
pun sesekali dan ada yang seringkali, tiap hari mungkin, mengerjakan pekerjaan
rumah.
Hal tersebut sebagai bentuk tanggung
jawab sebagai suami, berusaha untuk berempati. Makanya saya Tulis dalam satu
artikel Menjadi suami, ayah, dan Bapak Rumah Tangga. Karena sebagai seorang
suami, posisi kita tidak hanya memerankan suami, namun juga ayah di hadapan
anak-anak, dan pasti Bapak Rumah Tangga saat kita sadar bahwa pekerjaan rumah itu
tidak hanya tanggung jawab isteri atau ibu saja.
Jadi pada dasarnya, patriarki itu
bukan konsep yang saya terapkan di rumah, hanya berbagi peran saja saat kita berada
pada posisi tertentu. Walaupun ada pekerjaan-pekerjaan rumah yang satu isteri
lebih dominan, yang satu suami lebih dominan, namun sama-sama pekerjaan rumah
tangga, bukan soal siapa yang menafkahi. Mungkin penyebutannya semi-patriarki,
walaupun tidak tepat juga.
Menciptakan Rumah Bersama, Sama-sama Mengambil Peran di Rumah
![]() |
Ilustrai by AI (abahraka.com) |
Pada saat artikel ini saya tulis, saya belum maksimal menjadi seorang suami, ayah, dan bapak rumah tangga. Tapi saya tidak alergi untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga bahkan termasuk pengasuhan.
Posisi kita masing-masing dalam
keluarga, satu sama lain saling berkontribusi. Suami tidak diam saja, isteri juga tidak
sungkan untuk berbicara dengan suami. Agar tidak saling berprasangka satu sama
lain.
Isteri boleh bekerja dan berpenghasilan, tapi bukan untuk memenuhi kebutunan keluarga, hanya sebagai hiburan isteri agar tidak beku dan jenuh di rumah. sesekali jika ingin membantu keuangan keluarga bukan karena kewajiban dan tuntutan keluarga, tapi lebih karena kesadaran bahwa rumah adalah tanggung jawab bersama. Jika keduanya berkontribusi, maka keduanya merasa rumah adalah surga bersama.
Jikapun suami yang memenuhi semua kebutuhan keluarga tanpa ada campur tangan pasangan, memang itu yang seharusnya, agar bisa berbagi peran. Agar pasangan bisa fokus pada pendidikan anak yang masih masa golden age.
Karena bagaimanapun keluarga adalah madrasah pertama dan utama bagi anak, bukan sekolah. Sehingga keduanya berperan dengan masing-masing tanggung jawabnya untuk menciptakan rumah tangga yang samwa.
Tapi jangan lupa, bapak-bapak juga harus punya peran sebagai guru madrasah pertama di rumah ya...***[]
Posting Komentar untuk "Patriarki dalam Hubungan Rumah Tangga, karena Kondisi atau Relasi Kuasa Laki-laki?"
Terima kasih telah berkunjung, tunggu kunjungan balik saya ya...