Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KPK dan Media

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  menjadi lembaga antirasuah yang ‘kebal hukum’/ superbody dengan tingkat kredibilitas tinggi. Pencapaian tersebut tidak didapat dengan proses instan dan mudah, tetapi melalui proses berdarah-darah. Proses menjadikan KPK sebagai lembaga bersih dan antibodi sangat penjang dan melelahkan. Saat pelaku koruptor dicaci massa dan dijebloskan ke penjara, dua petinggi KPK justeru mendapatkan dukungan massa. Kasus yang menimpa Chandra Hamzah dan Bibit Waluyo justeru dinilai sebagai upaya Kriminalisasi kepolisian terhadap mereka, hingga muncul istilah Cicak VS Buaya. Dukungan terhadap keduanya pun semakin menguat, hingga akhirnya dibebaskan. Saat dukungan terhadap KPK semakin menguat, terhadap kepolisian sebaliknya. Begitu pula, saat rencana pembangunan gedung DPR dicemooh rakyat, KPK justreru mendapatkan dukungan penuh plus sumbangan dana dari masyarakat untuk membangun gedung baru. Belum lagi upaya pemandulan wewenang KPK melalui revisi UU yang pada akhirnya batal.

Kasus di atas hanya sebagian kecil cobaan yang dihadapi KPK. Lembaga yang dibentuk saat pemerintahan dipimpin Megawati tersebut berhasil melewatinya. KPK menjadi lembaga paling bersih dimata publik dibandingkan dengan lembaga lainnya. Publik begitu antusias mendukung KPK setiap kali KPK berhadapan dengan masalah-masalah yang akan mengebirinya. 


Dukungan publik tidak serta merta datang langsung kepada KPK tetapi melalui proses pembantukan Opini Publik. Media memiliki peran vital dalam proses pembentukan opini publik tersebut. Dengan kata lain, media menjadi bodiguard utama KPK di luar dirinya agar ia mampu menjalankan tugas dan fungsinya dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Melalui arah dan agenda setting yang diperankan, media mampu mengkonstruksi persepsi masyarakat tentang KPK.  Walaupun menurut survei Lembaga Survei Indonesia, pada tahun 2011 KPK tidak lebih bersih dari Polri (detiknews/ 2012), tetapi persepsi publik kadung menganggap bahwa KPK adalah lembaga yang memiliki kredibilitas tinggi dalam memberantas korupsi di Indonesia dibandingkan dengan lembaga hukum lainnya. Ini adalah persepsi yang berhasil dibangun media melalui pembentukan opini publik. Dalam proses komunikasi massa, opini publik mampu mengubah persepsi secara evolutif ataupun revolutif. Persepsi sendiri merupakan buah dari komunikasi. Ialah yang menjadi tujuan kognitif dari komunikasi. Integritas KPK menjadi buah persepi masyarakat yang berhasil dibangun oleh media yang mendatangkan dukungan kuat dari publik.


Kekuatan Publik
Apa yang telah dicapai KPK melalui media belakangan dicederai sendiri oleh lembaga superbody tersebut. Menurut informasi yang dihimpun Pikiran Rakyat (26/11/2013), awak media memboikot konferensi pers bersama para awak media. Pemboikotan dilakukan karena KPK dinilai telah melakukan diskriminasi hukum terhadap Wakil Presiden Boediono. KPK dinilai tidak transparan terhadap pemeriksaan yang dilakukan kepada mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut. Ini menjadi indikasi, bahwa KPK dianggap berperilaku tidak baik dimata awak media. Ini juga menandakan adanya hubungan yang tidak harmonis antara media dengan KPK. Jika ini terus berlanjut, maka dukungan media terhadap KPK bisa mundur secara teratur. Media akhirnya dapat menjadi boomerang bagi KPK dan berbalik arah menghantam KPK. 


Jika opini publik tentang  integritas KPK menurun, dukungan publik akan ikut menurun. KPK hanya tinggal menunggu waktu tindakan apa yang akan dilakukan publik. Inipula yang terjadi terhadap beberapa kasus sosial dan hukum di Indonesia, kekuata publik mampu menolak, meruntuhkan, membantu, membatalkan, atau bahkan menghancurkan. Publik menolak keras penyelenggaraan miss world di Bogor hingga akhirnya penyelenggaraannya dikonsentrasikan di Bali, konon pihak penyelenggara merugi gara-gara pemindahan ini. Prita akhirnya terbebas dari hukuman, dan publik balik ‘menghukum’ RS Omni. Begitu juga AAL, dikembalikan ke orang tuanya gara-gara mencuri sendal walaupun divonis bersalah. Semua peristiwa berbeda tersebut mengandalkan kekuatan publik. Melalui kekuatan AAL dan Prita terbebas atau setidaknya tidak dipenjara. Melalui kekuatan publik, event internasional yang dianggap merusak budaya bangsa batal atau setidaknya tidak diselenggarakan ditempat tertentu. Dalam domain yang lebih besar, kekuatan Negara pun bisa hancur jika tidak memenuhi hajat publik. Tengok saja Indonesia pada tahun 1998, belakangan Tunisia, Mesir, dan Libya di Timur Tengah. Kekuatan publik pada akhirnya yang menumbangkan rezim yang sedang berkuasa.


Kasus pemboikotan konferensi pers oleh wartawan terhadap pimpinan KPK, jika berlanjut dapat membentuk opini publik yang mengarah pada penilaian bahwa KPK ciut saat berhadapan dengan Wapres. KPK juga akan dianggap telah melakukan diskriminasi hukum terhadap pejabat. Belum lagi isu lain tentang ketidakkompakan pimpinan KPK yang telah berhembus cukup lama. Jika opini ini terus menggelembung, lambat laun akan terbentuk opini bahwa KPK bukan lagi lembaga yang memiliki integritas dan kredibilitas. KPK akan dianggap tidak sanggup menjalankan peran dan fungsinya secara maksimal. Sebagai lembaga publik yang diberikan wewenang untuk mengontrol lembaga atau pejabat dalam menggunakan dana masyarakat, KPK harus terhindar dari isu-isu yang dapat mencederai dirinya. KPK harus bersih dari segala kepentingan yang dapat mencederai kepentingan publik. Sedikit saja menyimpang dan diketahui publik secara massif, riwayat eksistensi KPK akan tamat.
 

Bersahabat dengan Media
Bersahabat dengan media sama artinya bersahabat dengan publik. Apa yang disampaikan oleh media menjadi cermin dari suara publik. Walaupun dalam konteks konglomerasi, media ikut berpolitik dengan kepentingannya, namun dalam kontek bahwa media sebagai salah satu institusi publik masih dianggap dapat mewakili suara publik. Suara media adalah suara publik dan suara publik tercermin dalam suara media. Hubungan tersebut akan terus berjalan selama media menjalankan peran dan fungsinya sebagai lembaga yang menjadi corong kepentingan publik. 

Pada era demokratisasi dan kebebasan pers dewasa ini, relasi antara lembaga Negara dengan media menjadi keniscayaan. Lembaga negara harus mampu mengomunikasikan visi misi dan kebijakan programnya secara efektif terhadap media. Hal ini untuk mengantisipasi kesalahafahaman dalam memahami setiap kebijakan yang ada, pun terhadap kebijakan saat KPK memeriksa Wapres di Rumah Dinasnya pada hari yang tidak biasa (libur). Teringat dengan pepatah sunda, hade ku omong goreng ku omong. Baik buruknya informasi seharusnya disampaikan oleh media agar awak media mampu menyampaikan informasi secara akurat kepada publik, sehingga proses penyampaian informasi kepada publik juga tidak macam-macam. Inilah yang harus disadari oleh KPK. KPK terlalu disayang publik dan diharapkan perannya tidak mengecewakan publik. Sehingga setiap informasi sekecil apapun tidak selayaknya dipermainkan agar tidak salah persepsi. Dus, berpandai-pandailah bersahabat dengan media karena ia menjadi corong publik. Media is the extension of men, begitu tesis Marshall McLuhan.


Dudi Rustandi, bergiat sebagai peneliti media pada Bandung Intellectual Circle (BIC)

Post a Comment for "KPK dan Media"