Personal Branding dan jika Kita Menerapkannya!

Pengalaman Unik dari Blogging

Postingan popular random, susah dapat personal branding https://abahraka.com

[https://abahraka.com] Pernah punya pengalaman unik, dua kali mendapatkan undangan menjadi narasumber, tetapi bukan berasal dari kolega atau komunitas. Keduanya berasal dari catatan-catatan di blog dan beberapa flyer yang tersebar.

Biasanya, jika lembaga atau seseorang meminta saya berbagi pengalaman itu berasal dari kenalan yang tahu saya, siapa saya, karena saya jarang berbagi tentang profesi di blog.

Misalnya seperti dalam dua bulan terakhir, sejumlah dua kali sebulan diminta untuk mengisi pelatihan pemasaran melalui social commerce oleh instansi tertentu, itu karena rekomendasi teman.

Namanya juga blog buat bercerita senang-senang aja kan, jadi untuk sementara dan entah sampai kapan blog ini enggak bercerita tentang pekerjaan. 

Jadi begini…

Suatu waktu, tiba-tiba ada yang mengontak saya. Dari salah satu kampus negeri. Ibu yang mengontak, meminta untuk mengisi seminar literasi digital. Alasannya, karena saat dia mencari narasumber, muncul flyer serta tulisan yang terdapat profil sayanya.

Yap, selama tahun 2021 atau sekitar 7 bulan kurang lebih, pada masa pandemi tersebut setiap bulannya tidak kurang dari dua sampai empat kali mengisi seminar literasi digital secara daring. Hal ini karena dalam kurun waktu 2019-2020 aktif memberikan pelatihan-pelatihan kepada warga terkait literasi digital, alhasil dari salah satu organisasi relawan mengajak saya untuk terlibat.

Sementara si Ibu dosen mengontak saya pada tahun 2023, ketika sudah lewat masa pandemi.

Sebagai pemula, saya penasaran, karena tidak kenal, dia juga tidak memberi tahu siapa yang sudah merekomendasikan. Akhirnya, saya tanya, ibu dapat kontak darimana. Karena kontaknya melalui nomor kerjaan.

Ceritalah, jika ia mendapatkan kontak dari teman satu kerjaan saya. Loh kok bisa, jadi ceritanya dia sedang mencari narasumber, dan ketemulah materi dan flyer yang ada sayanya. Karena ibu dosen tersebut kenal dengan teman satu kerjaan saya akhirnya dia minta nomer kontaknya.

Sedangkan satu lagi, terjadi pada akhir tahun 2024. Kalau ini nomernya pake nomer umum yang biasa digunakan buat WAG. Karena berasal dari dinas, saya tanya ibu dapat nomer saya dari mana, saya cari di internet pak, nemu nomer bapak.

Oke baiklah, saya kira dari teman saya yang berasal dari salah satu dinas, ternyata bukan.

Tentang Personal Branding

Walaupun baru sekali dan dua kali ini orang nyasar ke nomer saya dan meminta saya menjadi narasumber, hati saya langsung klik. Jika perilaku ini dilakukan secara konsisten dan terus menerus maka akan muncul ‘Personal Branding’.

Hanya saja, sampai saat ini, serasa berat mau mempersonal branding. Karena, sebagaimana halnya para konten kreator, influencer, dan atau key opinion leader yang sudah fokus menghasilkan uang dari ruang digital. Tidak ubahnya sebagai media mainstream, membuat persona terhadap diri akan menjadi pekerjaan yang berkelanjutan dan terus menerus.

Dan saat menjadi pekerjaan, maka harus ada rutinitas. Sedangkan agar rutinitas tersebut membentuk pola sehingga mengarah ke personal branding, maka perlu konsep. Lalu setelah ada konsep, maka harus dipraktikkan. Jika sudah dipraktikkan, maka harus konsisten. Dan yang terakhir inilah yang berat.

Nah, sistem ini yang belum benar-benar siap. Sepertinya saya belum siap untuk berwirausaha di ruang digital. Kecuali untuk sementara sebagai hepi-hepi, refresing, dan aktualisasi saja. Jadi hidup di ruang digital masih random hanya sekadar ada dan tidak ketinggal saja, walaupun bukan FOMO ya. Bukan untuk menyeriusi menjadi pekerjaan. Mungkin suatu saat, yang entah kapan hahaha….

Personal Branding ala Google

Google sebenarnya sudah membuat pola dan konsep baku tentang personal branding, yang diakronimkan dengan E-E-A-T atau Experience, expertise, authoritativeness, dan trustwortness. Teman-teman blogger atau para marketer digital menyebutnya dengan konsep Search Engine Optimization (SEO).

Namun, dua saja sebetulnya sudah cukup, yaitu E-E. Karena jika kedua konsep dilakukan secara konsisten, A-T akan mengikuti dengan sendirinya. Walaupun untuk sampai pada SEO perlu juga teknikalnya.

Saat orang secara konsisten mempraktikkan keahlian sehingga menghasilkan pengalaman baru, berulang secara terus menerus, maka akan melahirkan otoritas. Sebagaimana halnya, seorang lulusan pesantren selama belasan tahun, lanjut S1, S2, S3, seperti Ustadz Abdul Somad misalnya.

Ia memiliki otoritas keilmuan dalam bidang agama. Ia tidak hanya lulusan pesantren, tidak hanya bergelar doktor, tapi pengalaman berceramahnya sudah teruji dengan keilmuannya. Keahlian dan pengalaman melahirkan otoritas dan secara otomatis juga melahirkan kepercayaan.

Atau mungkin Raymond Chin dan Felicia Tjiasaka yang secara berulang terus menerus membahas literasi keuangan dan investasi. Hal tersebut dilakukan konsisten, berulang-ulang, dan dipraktikkan juga oleh dirinya sendiri. Pelaku investasi di ruang digital apalagi yang baru belajar saya yakin kenal mereka berdua.

Di dunia blogging, yang sudah muncul personal brandingnya yang kuat misalnya Trinity. Ia tidak hanya menulis blog, blognya sudah menghasilkan sejumlah buku. Ia juga konsisten. Atau mungkin agustinus wibowo yang concern dalam perjalanan-perjalanan yang tidak biasa.  Jadi memang fokus pada satu tema, dunia blogging menyebutnya dengan niche.

Saya? Susah karena niche-nya gak jelas ya, termasuk juga lifestyle agak susah muncul personal branding. Ini juga dikatakan oleh seorang praktisi dan konsultan SEO, hari ini agak susah naik - personal brading, jika tidak fokus. Malah seorang teman menyarankan, jika ingin benar-benar dapat, coba yang microniche.

Namun otoritas dan kepercayaan ini membutuhkan lem perekatnya, agar pengalaman dan keahlian otomatis melahirkan otoritas dan kepercayaan, yaitu integritas. Apalagi dalam bidang agama. Otoritas dan kepercayaan itu lahir bukan hanya dari keahlian tapi juga dari integritas personal/ moral.

Saat seorang pegiat digital telah menjalankan secara konsisten konsep EEAT, maka personal branding akan hadir dengan sendirinya.

Pertanyaannya, kenapa saya belum menghasilkan cuan dari media sosial? Pertanyaan balik harus terjawab dulu, apakah sudah menjalankan konsep EEAT? Apakah sudah konsisten? Apakah sudah dipraktikkan dan dapat outcomenya? Tidak hanya menjual konten saja ya, tapi memang sudah harus terbukti dari pengalamannya tersebut, agar menjadi personal branding.

Personal Branding Code

Jika jawabannya sudah, maka muncul konsep lain yang integral dengan media, khususnya media internet dan ini juga berlaku di dunia offline.

Menurut Silih Agung Wasesa dalam Personal Branding Code, selain kompetensi yang disebut google dengan keahlian dan pengalaman, kata pakar public Relations tersebut adalah connecting, sudah terhubungkah? Sudah sejauh mana terhubungnya? Sudah berapa pengikutnya, sudah sering ada yang membagikankah? Apakah vibesnya selalu positif?

Pertanyaan tersebut merupakan konsep yang terintegrasi ke dalam konsep connecting dalam dunia PR dan atau marketing digital. Kita mungkin lebih mengenalnya dengan istilah engagement.  Connecting harus menghasilkan engagement bukan sekedar banyak follower, karena follower jaman sekarang bisa beli. Bahkan engagement sendiri sekarang bisa direkayasa, benar apa benar?

Konsep engagement dalam buku yang saya tulis merupakan konsep yang terintegrasi dan bertahap dari reach, impression, conversation, convertion, engagement. Pernah saya tulis pengalamannya di sini, Pengalaman Menulis Buku.

Bagaimana mau terjadi reach jika ngonten saja jarang, gimana terjadi impression, jika kontennya random, gimana terjadi conversation jika komentar saja tidak pernah dibalas, gimana terjadi convertion jika tidak serius membangun konten, gimana terjadi engagement jika keempat tahap tersebut tidak diurus.

Jadi personal branding bukan hanya sekadar konten, tapi juga butuh penunjang yang lainnya.  

Elemen terakhir dari personal branding code-nya Silih Agung Wasesa adalah kontribusi, yang harus berpadu dengan integritas yang disebut Silih Agung Wasesa sebagai Compliance – kepatuhan, kesetiaan, kejujuran, ketaatan, atau sejenisnya.

Kontribusi merupakan bentuk solusi berdampak yang kita berikan kepada lingkungan, bisa sesuai dengan kapasitas, ataupun sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi lingkungan.

Satu sama lain akan saling menguatkan. Maka jika semua elemen sudah berjalan beriringan dan konsisten, maka muncullah personal branding. Personal branding yang positif akan menjadi energi yang dapat menarik rezeki. Insya Allah.

Jadi jika kita menerapkannya, personal branding menjadi jalan bagi kita untuk menjadikannya cuan. Maka muncul salah satu pepatah kontekstual, dari hobi jadi profesi. 

Btw, kapan lagi ya ada yang nyasar lagi ke blog dan minta jadi narsum lagi? hahaha ngarep!

Nah, gimana kisah teman-teman, selain job dari agency adakah yang nyasar tapi jadi pengalaman berharga? ***[] 

Posting Komentar untuk "Personal Branding dan jika Kita Menerapkannya!"