Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Antara Wartawan dan Jurnalis

Ilustrasi dari Film The Bang Bang Club

Apa perbedaan Jurnalis dan Wartawan? Pertanyaan ini sering saya lontarkan untuk merangsang mahasiswa saat berada di kelas, khususnya kelas dasar jurnalistik. Selain untuk mengetahui perbedaan antara keduanya, juga untuk merangsang mahasiswa agar berfikir.

Rata-rata mahasiswa selalu menjawab hal yang sama dan serupa, bahwa wartawan ya jurnalis, jurnalis ya wartawan. Atau mereka justeru memberikan pengertian dari hal yang sifatnya praktis, bahwa mereka sama-sama penyampai kabar. Tidak salah memang, dan bagi saya, jawaban apapun selalu memiliki kebenarannya sendiri, hanya saja kurang tepat.

Terinspirasi dari statusnya teh Ani Berta, seorang Blogger Profesional, saat ngobrol dengan wartawan atau mungkin—justeru sebagai jurnalis, tentang perbedaan antara wartawan dan jurnalis. Selangkah kemudian dijadikan sebagai kuis oleh teh Ani Berta. Saya pun menjawab seadanya karena berlama-lama di media sosial, dari jawaban seadanya tersebut justeru diiyakan olehnya. Karena mendapatkan semacam reward, saya merasa bersalah jika jawaban tersebut tetap apa adanya. Maka jadilah tulisan ini. Biar sedikit ada tambahannya J.

Wartawan dirujuk dari akar katanya terdiri dari warta dan wan yang menunjukan bahwa wartawan adalah orang yang mengabarkan. Kegiatan mengabarkan sifatnya konservatif, hanya melaporkan peristiwa yang terjadi sesuai dengan tuntutan yang sangat mendasar dari menulis jurnalistik dengan memedomani kode etik wartawan. Jika hal tersebut sudah dilakukan maka selesailah tugas seorang wartawan. Plus tidak bertabrakan dengan kebijakan perusahaan dimana wartawan tersebut bekerja.

Karena pekerjaannya hanya sebatas mengabarkan sesuai dengan SOP perusahaan, maka wartawan tersebut patuh dan taat pada prosedur dan tata tertib perusahaan. Pertanyaannya, bagaimana jika ada kebijakan perusahaan yang mencoba menutup-nutupi kebenaran yang patut disampaikan kepada yang berhak? Misalnya masyarakat, bangsa, atau negara.

Nah, di sini mulai ada titik terang sebenarnya siapa wartawan tersebut? Wartawan tidak mempersoalkan apakah kebenaran harus bin wajib bin kudu disampaikan kepada masyarakat atau tidak. Bagi wartawan, yang penting dia sudah menjalankan tugas sehari-harinya sebagai pekerja yang mencari dan menulis berita untuk suatu media. Tanpa dibebani hal-hal yang ribet tentang urusan idealisme. Dari sinilah mungkin lahir wartawan-wartawan yang pragmatis, wartawan-wartawan yang pada akhirnya terjebak pada persekongkolan dengan pihak tertentu yang menguntungkan pihak tersebut. Istilah-istilah pun muncul untuk mengibaratkan wartawan yang pragmatis tersebut, katakanlah wartawan amplop, wartawan bodrek atau wartawan kuning.

Jika diibaratkan dan meminjam istilah Robert T. Kiyosaki dalam Cashflow Quadran, wartawan sama dengan employee. Mental pekerja, yang manut terhadap atasan, khidmatnya untuk perusahaan bukan bangsa dan negara.

Sedangkan Jurnalis adalah sesuatu yang melekat dalam pekerjaan yang dilakukan oleh wartawan. Jurnalis bisa jadi sebagai wartawan yang salah satu pekerjaannya adalah mengabarkan peristiwa kepada khalayak. Hanya saja, jurnalis memegang teguh idealisme. Apa yang dilakukannya tidak hanya menyampaikan berita, ia juga dengan sadar berdasarkan ilmunya memberikan persfektif baru kepada masyarakat ketika menyampaikan berita.

Dengan dukungan dan pegangan seperti yang disampaikan oleh Bill Kovach dalam 9 elemen jurnalisme, seorang jurnalis saat menyampaikan peristiwa adalah mengabarkan kebenaran. Berita-beritanya  menunjukan keberpihakan kepada bangsa bukan individu tertentu. Seorang jurnalis berani mengatakan kebenaran meskipun resikonya harus dipecat atau justeru membahayakan keselamatan nyawanya. Bangsa di atas segala-galanya bagi seorang jurnalis.

Seorang jurnalis tidak akan pantang diposkan/ ditugaskan di tempat-tempat berbahaya, seperti daerah konflik atau daerah perang seperti halnya yang terjadi dalam film The Bang-bang Club. Ia juga tidak dengan berani melakukan investigasi yang membutuhkan komitmen, tenaga, dan daya pikir lebih.

Hmmm jadi teringat film Veronica Guerin, bagaimana seorang wanita yang melakukan investigasi terhadap para pengedar dan bandar narkoba yang akhirnya mengantarkan nyawanya sendiri. Ia tidak takut kehilangan nyawanya demi membongkar mafia yang membahayakan masa depan remaja dan bangsanya.

Sedangkan pesan film The Hunting Party seorang wartawan dilarang melibatkan emosi personalnya ketika melakukan liputan. Seorang wartawan tidak boleh melibatkan opini berdasarkan emosinya saat ia melaporkan kejadian. Dan wartawan-wartawan yang memegang teguh idealismenya pantas menyandang gelar jurnalis. Sama halnya dengan wartawan, ia mengabarkan berita, namun ia pegang idealisme jurnalistiknya. Hal sesuai dengan pengertian dari journalism sendiri yang berasal dari kata dasar journal dan estetika, suasu seni dalam menyampaikan peristiwa. Barangkali di situlah seninya, idealisme, pertaruhan nyawa, keberanian, bahkan dirinya sendiri.

Selain film di atas, di Indonesia juga sudah banyak mereka yang memiliki idealisme rela berkorban demi mendapatkan kabar dari peristiwa yang membahayakan nyawanya bakan mati seperti Udin wartawan bernas, atau wartawan RCTI yang ditembak GAM. Mantan reporter Metro TV Meutia Hafied dan masih banyak lagi. Oleh karena itu maka seorang jurnalis di samping memiliki kode etik, ia adalah seorang profesional, terikat dengan sumpah. Meminjam istilah Robert T. Kiyosaki, ia adalah seorang Self Employee.

Jurnalis dengan karakter idealismenya sama-sama berada di lingkungan media bersama wartawan. Ia diibaratkan seorang intellectual yang resah dengan situasi yang sedang tidak mendukung bangsa dan negara atau lingkungan di sekitarnya. sehingga tergerak untuk melakukan sesuatu sehingga pemberitaan atau analisisnya berguna bagi masyarakat.***[]

7 comments for "Antara Wartawan dan Jurnalis"

  1. Baru tau bedanya loh aku hahahha
    artikelnya bermanfaat kang, tfs ya

    ReplyDelete
  2. Makasih mbak Putri...sama2 makasih juga udah mau baca artikelnya :)

    ReplyDelete
  3. oohh begituu toh pebedaannya, manggut2 baah !!
    selama ini kirain ya sama aja menyampaikan berita.
    ternyata ada prbedaan yaa

    nuhun inpohnya Abah :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya teh semoga mencerahkan hehe, tapi masih kurang sebenernya ilustrasi dan contohnya :)

      Delete
    2. Mantap, jadi jurnalis itu disamping tahu isu yang ada dia juga punya keberanian lebih dalam menyampaikan kebenaran dari sebuah kejadian.
      Dan jurnalis itu harus tahu dan berani.

      Delete
    3. Yaps betul SAF Hilman, harus berani, berani ambil resiko!

      Delete

Terima kasih telah berkunjung, tunggu kunjungan balik saya ya...