Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Citizen Journalism, antara Produsen dan Konsumen Informasi

Model: Kang Arul saat diwawancari Wartawan Pikiran Rakyat
Kehadiran internet membawa perubahan revolusioner terhadap cara informasi disajikan. Jika sebelumnya produsen informasi itu adalah wartawan atau lembaga pers, kini kita masyarakat biasa pun bisa menjadi produsen informasi. Berbagai media social bisa menjadi saluran informasi. UGC atau user generated content pun bermunculan di Indonesia. Bahkan untuk menarik calon-calon produsen informasi ini, beberapa media sudah menerapkan semacam honornya. Para produsen informasi yang bukan wartawan ini biasa dikenal dengan netizen journalism atau citizen journalism.

Ada banyak istilah sebelum citizen journalism dikenal secara meluas seperti sekarang ini, antaralain civic journalism, participatory journalism atau public journalism. Akan tetapi, ketika sebuah situs berbasis users generated content bernama Ohmy News lahir di Korea Selatan pada awal tahun 2000-an, sitilah citizen journalism digunakan secara meluas (Pepih Nugraha).

Istilah citizen journalism atau yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yakni sebagai jurnalisme warga. Citizen journalism adalah kegiatan masyarakat yang “bermain dengan aktif dalam proses mengumpulkan, melaporkan, menganalisis, dan menyebarkan informasi dan berita”.

Jurnalisme warga adalah jurnalisme di mana warga memproduksi informasi sendiri secara amatir tanpa adanya campur tangan media arus utama tentang isu seputar warga dan beragam informasi aktual, tajam dan terpercaya lainnya, yang sedang hangat di bicarakan, berkembang ataupun yang telah berlalu, sekehendak hati pewartanya. Singkatnya saja, jurnalisme ini hampir seperti demokrasi ala Indonesia, dimana “Jurnalisme warga dari warga, oleh warga, tentang warga dan untuk warga”.

Bagi Pepih Nugraha, Citizen Journalism dimaksudkan sebagai kegiatan warga biasa yang bukan wartawan professional mengumpulkan fakta dilapangan atas sebuah peristiwa, menyusun, menulis, dan melaporkan hasi liputan dimedia social.

Jurnalisme warga merupakan suatu kegiatan jurnalisme murni yang tidak dipengaruhi oleh pihak-pihak manapun. Tak perlu seseorang harus lulus dari jurusan jurnalistik, atau komunikasi massa, untuk bisa menulis. Kecepatan dan keterjangkauan terhadap fakta berita yang dilakukan kalangan masyarakat (bukan wartawan) tidak kalah dari wartawan profesional. Bahkan banyak stasiun televisi tanah air yang mencoba mencari berbagai video amatir suatu peristiwa.

Jurnalisme warga inilah yang menjadi sejarah baru di dunia pers, sehingga warga dan pers hidup saling berdampingan dalam menyampaikan informasi kepada publik dengan semangat berbagi. Citizen Journalism sendiri sebenarnya lahir tanpa disadari, saat peristiwa tsunami tersebut menganugrahkan letikan inspirasi dari seorang korban tsunami “Cut Putri“ yang saat itu berada di lokasi kejadian. Peristiwa yang direkam Cut Putri itulah yang dicari media karena moment yang sangat berarti untuk sebuah pemberitaan. Keterbatasan media akhirnya membuka semua mata untuk melibatkan warga bagian dari sumber informasi.

Peristiwa-peristiwa tak terduga itulah yang terkadang terlewatkan oleh media, karena saat peristiwa penting, belum tentu seorang wartawan berada di tempat.  Disinilah peran Citizen Journalism. Istilah Citizen Journalism sudah sangat dekat di telinga kita bahkan saat ini, pers warga sudah melembaga dengan adanya organisasi idependen PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia), sehingga keberadaan Citizen Journalism sudah diakui baik oleh media maupun para pengamat pers.

Sejarah Perkembangan Citizen Journalism di IndonesiaKemunculan jurnalisme warga di Indonesia bermula pada masa Orde Baru, saat Soeharto berkuasa, di mana pada saat itu arus informasi dari media massa kepada masyarakat dijaga ketat oleh pemerintah dan aparatnya. Masa Orde Baru yang dikenal dengan sistem pers tertutupnya, memaksa pers untuk lebih mengedepankan agenda kebijakan, khususnya kebijakan eksekutif. Pers lebih banyak memberitakan kebijakan pemerintah. Dominannya penggunaan sumber berita eksekutif menjadikan pemberitaan pers menjadi top down.

Di Indonesia, jurnalisme ala warga telah hadir dalam keseharian melalui acara-acara talkshow di radio khususnya sejak awal tahun 90-an. Karena dilarang pemerintah menyiarkan program siaran berita, beberapa stasiun radio mengusung format siaran informasi. Pada program siarannya, stasiun radio tersebut (diantaranya adalah Radio Mara 106,7 FM di Bandung yang menjadi pionir siaran seperti ini) menyiarkan acara talkshow yang mengajak pendengar untuk aktif berpartisipasi melalui telepon untuk menyampaikan informasi maupun pendapat tentang sebuah topik hangat. Pada masa orde baru acara siaran tersebut efektif menjadi saluran khalayak menyampaikan keluhan terhadap kelemahan atau kezaliman penguasa.

Setelah UU Penyiaran No.32 Tahun 2002, kehadiran community based media di bidang penyiaran pun akhirnya terakomodasi. kehadiran radio dan televisi komunitas menjadi legal. Legalitas ini membuat peluang jurnalisme ala warga menjadi semakin terbuka. Melalui radio atau televisi komunitas, warga bisa bertukar informasi atau pendapat, tentang hal-hal terdekat dengan keseharian mereka, yang biasanya luput diliput oleh media-media besar. Pada radio siaran, biaya peralatan, operasional siaran dan pesawat penerima yang relative murah. Bahkan beberapa stasiun televisi ada yang membuat program khusus untuk itu.

Sejumlah mailing list menjadi pelarian warga yang mampu mengakses internet akibat media massa konvensional saat itu tidak ada yang berani mengkritik rezim. Kehadiran blog ini baru dianggap sebagai ancaman karena sifat interaktifnya, yang tidak mungkin dilakukan media massa konvensional.

Di Indonesia sendiri pertama kali di tahun 2004 saat tsunami di Aceh, kemudian video Bom Bali dan terakhir video Gayus Tambunan pada saat nonton pertandingan tennis di Bali. Jenis media yang dijadikan wadah citizen journalism semisal, blog, facebook, twitter, forum, mailing list dan sebagainya. 

Sejak digulirkannya program Citzen Journalism oleh beberapa media baru-baru ini. Pers semakin berkembang kearah persuasif /pendekatan terhadap berita maupun jurnalis. Dimana warga biasa bisa menjadi wartawan untuk ikut berperan dalam mewartakan suatu peristiwa atau kejadian sehingga jarak antar media dan masyarakat sangat erat berdampingan. 

Kebutuhan masyarakat akan informasi yang cepat dan lugas membuat citizen journalism kian subur. Citizen journalism sendiri merupakan salah satu jalan yang digunakan untuk mengembangkan sayap jurnalis, bergerilya lewat digital untuk misi jurnalisme, sebagai wahana publik dalam bahasa merupakan jurnalisme akar rumput. 

Salah satu fenomena aktual yang berkaitan dengan citizen journalis (jurnalisme warga negara) dalam proses penyebaran informasi adalah maraknya aktivitas blog. Kehadiran blog, menjadikan internet benar-benar diperhitungkan di dunia media. Citizen journalism membuka ruang wacana bagi warga lebih meluas. Blog menjadi bagian dari proses revolusi komunikasi. Kegiatan pemberitaan yang beralih ke tangan orang biasa memungkinkan berlangsungnya pertukaran pandangan yang lebih spontan dan lebih luas dari media konvensional. Intensitas dari partisipasi ini adalah untuk menyediakan informasi yang independen, akurat, relevan yang mewujudkan demokrasi.

Media Citizen Journalism
Citizen journalism dapat didefinisikan sebagai praktik jurnalistik yang dilakukan oleh orang biasa, bukan wartawan profesional yang bekerja di sebuah media. Kehadiran blog dan media sosial menjadikan setiap orang bisa jadi wartawan dalam pengertian juru warta atau menyebarkan informasi terjadi sendiri kepada publik.

Sebelumnya kita mengenal istilah “public journalism” atau “civic journalism” yang semakna dengan citizen journalism, yakni laporan by people (oleh publik) sehingga jurnalistik atau pemberitaan tidak lagi dimonopoli para wartawan.

Media citizen journalism bermacam-macam, mulai dari kolom komentar di situs berita hingga blog pribadi. J.D. Lasica, dalam online journalism review (2003), pengkategorikan media citizen journalism kedalam enam tipe seperti ditulis oleh Asep Samsul M. Romli dalam Buku Jurnalisme Online, yaitu:

Audience Participation : Seperti komentar user yang di attach pada berita, blog blog pribadi, foto atau video, footage yang di ambil dari hendicam pribadi, atau berita lokal yang di tulis oleh anggota komunitas.

Independent News And Information Website : Situs web berita atu informasi independent seperti consumer reports, drudg report yang terkenal dengan “Monicagate” nys.

Full-Flatget Participatory  News Sites : Situs nya berita partisipatory murni atau situs kumpulan berita yang murni dibuat dan di publikasikan sendiri oleh warga seperti OhmyNews,Now Public, dan GrownReport.

Colaborativ And Contibutory Media sites : Situs media kolaboratif seprti slesh dot, kuro5hin, dan newsvaine.

Other Kinds Of “Kinds Media” : Bentuk lain dari media “Tipis” seperti milinglist dan newsletter email.

Personal Broadcatin Sites: Situs penyiaran pribadi kenradio.

Karakteristik Citizen Journalism

Skeptis

Skeptis, itulah ciri khas jurnalisme. Tom Friedman dari New York Times mengatakan bahwa skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang di terima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah di tipu. Seorang yang skeptis akan berkata :” saya yakin itu tidak benar, saya akan mengeceknya.” Lain halnya dengan sikap sisnis. Orang yang sisnis  akan selalu merasa bahwa dia sudah mempunyai jawaban mengenai seseorang atau peristiwa yang di hadapinya. Ia akan berkata :” saya ayakin itu tidak benar. Itu tidak mungkin. Saya akan menolaknya.”

Jadi inti dari sikap skeptis adalah keraguan. Keraguan membuat orang akan bertanya, mencari sampai mendapatkan kebenaran. Sebaliknya, inti dari sikap sisnis adalah ketidak percayaan.  Dia akan  menolak, tidak bertindak. Habis perkara!

Untuk menolak sifat sisnis, kita harus menanamakan naluri skeptis yang kiuat. Sebagai wartawan yang bertugas mencari kebenaran, kita harus meragukan, bertanya, menggugat, dan tidak begitu saja menerima kesimpulan yang umum. Pengarang Oscar Wilde berkata bahwa sikap skeptis adalah awal dari kepercayaan, sedangkan orang yang sinis adalah orang yang tahu mengenai harga (price) segala sesuatu, tetapi ia sama sekali tidak mengetahu mengenai nilai (value) apapun. Malah, Vartan Gregorian dari Brown University mengatakan bahwa sikap sinis adalah kegagalan manusia yang paling korosif karena menyebar  kecurigaaan dan ketidak percayaan, mengecilkan arti harapan dan merendahkan nilai idealisme.

Seorang penulis dan kritikus sosial, H.L. Mecken mengatakan bahwa orang yang sinis itu seperti orang yang ketika mencium keharuman bunga, justru matanya melihat ke sekelilingnya, mencari peti mati.

Sikap skeptis hendaknya juga menjadi sikap media. Hanya dengan bersikap skeptis, sebuah media dapat “hidup”. Namun, pada kenyataannya banyak media yang tidak mampu untuk selalu berusaha bersikap skeptis. Banyak dari mereka menyukai memilih dan menghidupi apa yang di namakan cheerlcader complex. Yaitu sifat untuk berhura-hura mengikuti arus yang sudah ada, puas dengan apa yang ada, puas dengan permukaan sebuah peristiwa, serta enggan mengingatkan kekurangan dalam masyarakat. Joseph Pulitzer pernah berkata bahwa surat kabar tidak pernah bisa menjadi besar dengan hanya mencetak selembaran yang disiarkan oleh pengusaha maupun tokoh-tokoh politik dan meringkas tentang apa yang terjadi setiap hari. Wartawan harus terjun kelapangan,  berjuang dan mencari hal-hal yang eksklusif. Ketidak tahuan membuka kesempatan korup, sedangkan pengungkapan mendorong perubahan. Masyarakat yang mendapat informasi yang lengkap, akan menuntut perbaikan dan reformasi.

Agar demokrasi bisa berjalan, masyarakat butuh informasi. Wartawan mempunyai tugas demoratik (democratic duty) untuk menulis secara jelas dan dalam bahsa publik. Disini, nilai intinya adalah kepercayaan (trust). Dalam hal ini, wartawan menjadi bagian dari sebuah kontrak sosial yang pararel. Pengertian di balik kontrak ini adalah selagi wartawan mwlaksanakan tugarnya, bersamaan itu pula proses demokrasi berjalan. Kode etik yang dibuat oleh berbagai perkumpulan wartawan merupakan pengunggkapan dari istilah kontrak yang dibuat para wartawan dengan sesama warganya.

BertindakBertindak, action, adalah corak kerja seorang wartawan. Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan mengamati dengan ketajama naluri seorang wartawan. Peristiwa tidak terjadi diruangan redaksi. I terjadi di luar. Karena itu yang terbaik untuk wartawan adalah terjun langsung ke tempat kejadian sebagai mengamat pertama.

Mary, mantan wartawan CSB News, peraih Peabodi Award untuk liputan inestigasi penjar Abu Ghraib di Irak , mengatakan bahwa wartawan yang baik akan mendatagi tempat-tempat kejadian walaupun itu berbahaya dan menakutkan. Wartawan dengan laporan-laporannya harus bisa membawa masyarakat ke medan perang, bencana alam, ataupun revolusi.

Dalam jurnalisme, jangan lah kita menerima sesuatu begitu saja seperti apa adanya dan menganggap semua itu benar (to take for granted). Gugatlah skeptislah! Dukung semua kesimpulan dengan fakta dan demoksarikan segala sesuatu dengan sumber-sumber yang dapat di percaya dan kecuali dalam peristiwa-peristiwa tertentu – sebutlah sumber tersebut.

BerubahDalam pengetian yang luas jurnalisme itu mendorong terjadinya perubahan. Memang merupakan hukum utama jurnalisme. Debra gresh hernandez, dalam makalahnya berjudul “advice for the future” yang di sampaikan pada seminar API (Amerikan Press Insitute), seperti dikutif oleh Luwi mengatakan bahwa satu satunya yang pasti dan tidak berubah yang di hadapi industri surat kabar masa depan adalah justru ketidak pastiannya dan perubahan – the only things certain and unchanging facing the news peaper industry in the future are uncertainty and change. Dalam pengalaman sejarahnya surat kabar itu akan selalu mendapak dari perubahan yang terjadi di masyarakat dan dalam teknologi.     

Kelebihan Citizen JournalismØ Informasi yang diterima dengan cepat dan mudah,

Ø Biaya mengakses informasi pun terjangkau,

Ø Bersifat interaktif, sehingga memungkinkan muncul perdebatan hangan dan menarik antara penulis dan pembaca,

Ø Informasinya mampu menembus ruang dan waktu,

Ø Adanya kebebasan berbicara,

Ø Setiap orang memiliki hak untuk memberikan kritik, informasi, opini dan saran secara terbuka.

Kekurangan Citizen Journalism

Ø  Informasi yang sudah lama dibuat ulang,

Ø  Tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya,

Ø  Artikel atau segala informasi yang dipublikasikan bisa saja masih dangkal dan tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik,

Ø  Warga bisa saja menyalahgunakan kebebasan yang diberikan, dengan menyebarkan pornografi, penghinaan, berita bohong dan berita lainnya yang sifatnya negatif, tidak etis dan melanggar hukum.

***



1 comment for "Citizen Journalism, antara Produsen dan Konsumen Informasi"

Terima kasih telah berkunjung, tunggu kunjungan balik saya ya...