Hutan Mati yang Menghidupkan (Kembali) Pesona Papandayan
![]() |
Bersama Krucil, berfoto di antara Pohon-pohon mati Gunung Papandayan (foto by abahraka.com) |
Tertambat Hutan Mati Gunung Papandayan
Setiap kali
muncul visual Hutan Mati di beranda media sosial, justeru pesona papandayan
bertambah daya hidupnya. Semakin menarik, semakin eksotis. Apalagi dengan
visualisasi silhuet hitam putih. Hutan Papandayan kembali memancarkan pesonanya
setelah letusan tahun 2002.
Jika dahulu, hanya menikmati sisa-sisa letusan saat melewati hamparan larva ketika menuju area perkemahan di Pondok Saladah, kini ada beberapa spot yang bisa menuntaskan dahaga reflektif pengunjung.
Pagi itu,
pukul 08.00, rombongan keluarga kecil kami, beserta beberapa keponakan dan adik
sudah tiba di parkiran Gunung Papandayan. Kunjungan kali ini kami bertekad
untuk mencapai salah satu spot baru pasca letusan tersebut, yang tahun sebelumnya gagal untuk mencapainya karena
kelelahan dan hanya sampai di pos warung terakhir Gunung Papandayan.
Apalagi
tahun lalu, dua anak masih harus digendong, dan dua anak lainnya masih kecil
untuk bisa naik gunung. Tahun ini, tekad itu semakin kuat. Mencapai spot tersebut harus bisa tertuntaskan.
Libur Lebaran Naik Gunung Papandayan
Tepatnya pada
libur lebaran tahun 2024 tahun lalu, setelah rumah mulai sepi dari kunjungan
sanak saudara kamipun beringsut dan mempersiapkan kebutuhan untuk naik gunung.
![]() |
Menikmati Pemandangan Gunung Papandayan di Hutan Mati |
Spot tersebut tepat berada di bawah puncak Gunung Papandayan. Gunung Papandayan sendiri merupakan salah satu Taman Wisata Alam popular di Garut Jawa barat. Ketinggiannya mencapai 2665 mdpl.
Berlokasi di Kecamatan Cisurupan
Garut, Gunung Papandayan dapat dicapai dengan kendaraan pribadi maupun
kendaraan umum. Jika menggunakan kendaraan pribadi bisa langsung mencapai
Lokasi parkir area TWA Papandayan.
Cara Mencapai Gunung Papandayan beserta Tarif
Jika menggunakan kendaraan umum, pengunjung
bisa langsung menuju ke Terimanal Guntur Garut menggunakan angkutan umum
jurusan Cikajang dan turun di Pasar Cisurupan. Ongkosnya kurang lebih Rp.20.000,-
dari Cisurupan jika sendiri bisa menggunakan ojek dengan ongkos kurang lebih
25.000, menurut saya cukup murah. Tapi bisa jadi berubah tahun ini.
Sedangkan jika rame-rame bisa
mencari pickup yang ngetem di daerah tersebut, sekitar depan lapang bola Cisurupan.
Tapi jika berdua atau bertiga, hitungannya lebih murah menggunakan ojek
pangkalan.
Setelah sampai di gerbang masuk
Papandayan, pengunjung diwajibkan membeli tiket. Untuk wisatawan lokal jika
hanya berkunjung per orang retribusinya sejumlah Rp.35000, tapi jika menginap
Rp. 65.000,- Jika bawa kendaraan sendiri, untuk motor bayar parkir Rp.5000
sedangkan roda empat Rp.10000,-.
Hitungan sendiri, memang tidak
terasa mahal, tapi jika hitungannya rombongan satu mobil misalnya 7 atau 8
orang, tinggal kalikan saja. Lumayan lah ya untuk kaum mendang mending seperti
saya, tapi akan terbayar dengan pemandangannya yang memesona, eksotis,
sekaligus seksi.
Pengunjung juga bisa menggunakan
jasa ojek untuk mencapai ke Lokasi pos terakhir, untuk membawa barang-barang.
Bahkan, jika berniat untuk berkemah di Pondok Saladah, pengunjung bisa
menggunakan jasa angkut barang hingga ke Lokasi. Lumayan untuk meminalisir energi
untuk menikmati larva sisa letusan sepanjang jalur Gunung Papandayan.
Saya sendiri lebih memilih Hutan Mati untuk menikmati libur lebaran tahun tersebut.
![]() |
Salah satu spot Hutan Mati Gunung Papandayan, belakang pagar ada tebing curam. |
Perjuangan Menuju Hutan Mati Gunung Papandayan
Sudah saya niatkan sejak tahun sebelumnya, tapi karena datang terlalu siang, cuaca bertambah panas, dan badan cepat lelah, akhirnya hanya sampai pada pos terakhir sebelum mencapai Hutan Mati. Setelah beristirahat dan ngemil-ngemil di warung, saya dan anak-anak pun kembali ke terminal. Sayang sekali padahal sudah setengah perjalanan. Menikmati Hutan Mati pun masih angan-angan, saat itu.
Saat ini, saya harus sampai hutan
mati! Itulah tekad. Dan anak-anak cukup semangat untuk menyelasaikan misi ini.
Walaupun saya sudah ngos-ngosan.
Hutan mati sendiri, merupakan spot baru di Gunung Papandayan setelah meletus tahun 2002. Selain spot kunjungan bertambah, sisa-sisa letusan yang bertambah luas, juga muncul Hutan Mati dan Kolam di atas gunung. Sehingga menambah eksotisme dan pesona Papandayan.
Kehadiran Hutan Mati seolah menghidupkan kembali popularitas Gunung Papandayan.
Tepat pukul 10, setelah satu jam beristirahat. Saya dan krucil, anak-anak dan ponakan, akhirnya memutuskan untuk menyudahi waktu istirahatnya, dan bringsut untuk naik ke Hutan Mati. Tenaga sudah terkumpul, terisi bala-bala haneut yang berisi sayuran segar langsung dari kebun sekitar Gunung Papandayan.
Saya mengira sudah dekat dan
tidak ada ujian berarti. Namun, ujian sesungguhnya di depan mata. Kami harus
menaiki tebing bertangga, walaupun bertangga tapi sangat curam. Selain curam
juga sempit karena dihimpit oleh pohon-pohon pendek. Beruntung, pohon-pohon
tersebut justeru melindungi kami dari teriknya matahari.
Tau sendiri kan? Walaupun udara pegunungan
dingin, tapi panas matahari sangat terik karena sudah mendekat ke langit hehe...
Agar bisa sampai ke Hutan Mati dengan selamat,
kami pun mengatur ritme. Sesekali berhenti, sesekali bergantian
menggendong anak kami yang masih balita.
Sesekali juga kami menyeka
keringat. Cucurannya tak bisa berhenti. Padahal pohon-pohonnya melindungi kami
dari panas matahari. Namun curamnya medan menuju Hutan Mati membakar kalori
tubuh kami dengan hebatnya.
Sesekali kamipun berhenti untuk
sekadar minum. Sesekali memegang akar-akar untuk tetap bisa naik tanjakan bertangga
ini. Sesekali mengatur nafas senin-kamis kami yang kepayahan.
Setelah kurang lebih 45 menit hingga satu jam akhirnya sampailah kami ke Hutan Mati. 45 menit untuk anak-anak yang masih belum berdosa karena relatif cukup mudah menggapainya. Mereka bergerak cepat meninggalkan saya yang kepayahan.
Satu jam untuk saya yang sudah
berlumuran dosa hingga kepayahan untuk mencapai hutan mati. Banyak berhenti,
istirahat, gantian gendong balita, berhenti untuk minum, hingga mengatur nafas
senin kamis kami. Wajar ya, bagi kepala empat yang jarang berolah raga, untuk naik
Hutan Mati saja begitu payahnya.
Namun, kepayahan saya akhirnya
terbayar, tepat satu belokan tajam dalam tangga, tiba-tiba terpampang pagar,
4-5 tangga saya daki, terpampanglah area lapangan yang di belakangnya terdapat
pohon-pohon dengan menyisakan dahan dan ranting berwarna hitam, masih berdiri
tegak. Dan inilah hutan mati.
Setelah menapakkan kaki pada tangga terakhir,
saya pun berhenti. Mengatur nafas terlebih dahulu. Menyapu bersih sekelilingnya.
Di Belakang hutan mati terdapat
hamparan puncak Gunung Papandayan. Subhanallah. Inilah lukisan Tuhan yang tidak
bisa tergantikan dengan lukisan manapun. Sisa-sisa kebakaran alami menyisakan pohon silhuet berwarna hitam. Namun di belakangnya tetap rimbun hutan hijau dan lebat.
![]() |
Emak-emak Millenial & GenZ bergaya di Hutan Mati Gunung Papandayan |
Spot Foto Hutan Mati Gunung Papandayan
Saya pun kembali tersadar, menatap
pohon-pohon kekeringan sisa-sisa terbakar oleh letusan. Pohon-pohon mati. Makanya
disebut Hutan Mati. Karena area ini hanya berisi pohon-pohon yang telah mati.
Areanya cukup luas, anak-anak
bisa bermain di sini. Berlarian
ke sana kemari. Tentu saja harus dengan pengawasan. Karena di sebelah kiri saat
saya sampai terdapat jurang yang dalam. Walaupun dipagari tetap tidak
membiarkan anak-anak sendiri, kecuali sudah dewasa.
Area jurang yang dibatasi dengan pagar tersebut
menjadi spot foto yang eksotis, karena hamparan tebingnya dilatari oleh bukit
yang sangat kokoh.
Saya pun kembali menikmati pohon-pohon mati,
menyerupai silhuet hitam putih. Persis seperti seni fotografi. Tapi ini nyata.
Anak-anak sudah menyebar terlebih
dahulu. Sementara tenaga saya
baru terkumpul. Sebelum akhirnya kami panggil untuk berkumpul.
Kami pun memilih beberapa spot
pohon mati. Para pengunjung lain pun tampak menikmati area Hutan Mati tersebut.
Salah satu pengunjung kesulitan
untuk berfoto bersama karena salah satu dari mereka harus mengambil fotonya.
Saya pun menawarkan diri. Dan akhirnya gantian.
Kami pun beberapa saat menikmati pemandangan. Menyampu
sekeliling 360 derajat. Menikmati puncak Gunung Papandayan. Juga menyapu
Gunung-gunung di sekitarnya yang hijau dan berwarna-warni lain.
Anak-anak senang Orang Tua Bahagia
Anak-anak dengan senangnya
berlairan ke sana kemari. Saling berkejaran. Alhamdulillah mereka tampak senang
naik Gunung. Walaupun akan terakhir dan pangais bungsu harus digendong karena
kecapean. Tapi mereka tetap riang setelah berada di Hutan Mati.
Kesenangan kamipun berakhir
setelah menikmati area sekitar. Dan Memutuskan untuk kembali. Sambil mengumpulkan kembali tenaga untuk turun,
saya pun mencoba menikmati kembali alam sekitarnya.
Seru juga, bersama para bocil merealisasikan
keinginan untuk bisa mencapai hutan Mati Gunung Papandayan Garut Jawa Barat. Krucilpun semua turun tanpa ada yang
digendong. Hanya tetap hati-hati dengan memegang tangannya dengan erat.
Cag.***[]
Artikel ini menggambarkan perjalanan menarik ke Hutan Mati Gunung Papandayan, yang memadukan perjuangan fisik dengan pesona alam yang eksotis dan reflektif.
BalasHapusBetul, butuh perjuangan fisik untuk sampai ke Hutan Mati, padahal masih jauh dari Puncaknya ini
HapusPadahal hutan mati ya. Tapi pesonanya malah menghidupkan kembali popularitas gunung Papandayan. Menarik banget. Jadi, pingin juga foto di spot hutan mati gunung Papandayan
BalasHapusIya betul, kalo fotografer biasanya bagus banget ngambil angelnya, saya harus perjuangan susah sekali cari angel yang paling pas....
HapusWahh, trnyata cukup ongkos 200-300ribuan sudah bisa ke Gunung Papandayan. Asiik sekali kalau bawa keluarga jalan jalan ke sini. Bisa melihat pemandangan yg jarang ditemukan di Jogja.
BalasHapusWaaah kalo dari Jogja jauuuh hehehe....
HapusPa saya galfok sama ade bayi di gendongan bapak, itu aman pa bawa bayi ke gunung? Melihat pemadangannya seperti di Gunung Tangkuban Perahu yaa...Saya tuh udah kepengen banget dari tahun lalu naik ke Papandayan, semoga tahun ini terlaksana.
BalasHapusJalannya pelan-pelan banget bu, makanya lelet selain karena faktor umur, juga karena bawa bayi....sekarang bayinya udah gede hehe, 3 taunan.
Hapuswah lumayan juga ya ini perjalanannya 45 menit dengan medan yang mendaki. kayaknya perlu tenaga ekstra kalau mau ke atas gunung papandayan ini. tapi pastinya capeknya terbayar ya kak dengan pemandangan yang diberikan
BalasHapusIya ini kalo dari terminal bisa 1,5 jam perjalanan. Cukup jauh dan lumayan menanjak dan terjalnya jadi lumayan lama.
HapusMenantang ya perjalanannya menuju gunung mati, salut semangat kiddos pak, tapi terbayar dengan pemandangan yang indah ya
BalasHapusIya betul, yang penting mereka senang...hehe
HapusWaaah seru sekaliii, jadi kangen naik gunung. Semoga nanti anak2 pas udah agak besar bisa diajakin naik gunung
BalasHapusIya nih, seru, lain kali ajak camping kalo udah pada gede...
HapusWahh, jadi kangen hutan mati Papandayan deh. Terakhir kesana tuh sekitar tahun 2013 klo gak salah. Tampaknya pohon-pohon matinya sudah semakin berkurang ya. Tidak sepadat dulu. Tapi masih tetap cantik dan menarik untuk dikunjungi sih.
BalasHapusUdah lima kali ke sini gak bosen, apalagi sambil bawa pasukan, jadi tambah seru dan rame....
HapusAku selalu ingin pergi kesini! Pernah beberapa kali foto tempatnya muncul di timeline langsung berasa pengen kesana. Vibesnya juga kayak di luar negeri
BalasHapusFasilitasnya sekarang juga nambah ada kolam renang tepat di sebelah terminal, juga ada cottage-nya.,...
HapusMeskipun nenek dan kakek saya orang Garut, belum pernah wisata ke sini, biasanya sih ke Cipanas aja. Eksotis banget ya pesona hutan mati di Papandayan. Cuman untuk sampai sini kayanya butuh effort dan perjuangan mendakinya. Jadi pengen sih ngunjungin hutan mati di Papandayan bareng keluarga
BalasHapusSebenarnya banyak pilihan teh, tetah bisa menikmati larva dari Menara Pandang, itu cantik banget teh bisa menikmati Papandayan dari Menara Pandang yang dekat dengan terminal atau tempat parkir motor/ mobil. Ada juga kolam renang termasuk juga mungkin sungai-sungai dengan airnya yang panas. Jadi gak perlu naik ke atas juga sudah bisa menikmati Gunung Papandayan.
HapusJudulnya aja udah puitis dan kontemplatif banget. Aku suka cara kamu menarasikan perjalanan ini dengan nuansa yang tenang tapi dalam. Kadang, tempat yang ‘mati’ justru membangkitkan rasa syukur dan hidup yang sesungguhnya. Salut untuk narasi dan foto-fotonya yang selalu estetik.
BalasHapusmakasih mbak Andiyani, ini hanya menceritakan sesuai dengan perasaan aja kadang. Jadi kata-katanya keluar sendiri. Kalo foto ya seadanya aja hehe....
HapusBerarti sebelum memutuskan buat menuju hutan mati itu, kudu pemanasan bagian kaki dulu ya, biar gak kepayahan hehe. Destinasi yang ciamik sih ini, karena ada tantangan sekaligus keindahan pemandangan alam
BalasHapusAlangkah baiknya memang dilatih dulu biar gak pegel dan kram. Curam treknya dan jauh juga lumayan.
HapusWah, seru juga ya Bah mendaki di Papandayan. Ternyata jalurnya relatif aman untuk pergi bersama anak-anak. Rasanya jadi tertarik untuk menjelajah ke sana juga, walaupun sambil terbayang beratnya melewati tebing bertangga. Tapi sepertinya semua terbayarkan dengan pemandangan dan suasana seperti yang ada di Hutan Mati ya.
BalasHapusBetul teh, karena ini masuknya TWA jadi buat anak-anak udah aman....
HapusHutan Mati di Gunung Papandayan bukan hanya saksi bisu letusan dahsyat, tetapi juga simbol keteguhan alam dalam memulihkan diri. Baca ini jadi merenung bagaimana kita benar-benar harus menjaga alam. :)
BalasHapusKadang ngeri ya, bencana alam yang disebabkan oleh tangan-tangan manusia....
HapusSekarang masih mati atau sudah hijau lagi gak ya? Penasaran....
BalasHapusLebaran yang mana banyak liburannya, emang asyik buat ke tempat wisata. Moga kalau ke sana nanti, hutannya tumbuh hijau lagi
Lumayan juga besaran retribusi untuk wisata alam ya Bah. Semoga bisa dikelola dengan baik sebagai sumber pendapatan asli daerah.
BalasHapusSpot fotonya menarik, saya pernah lihat disosmed ada yang pernah foto prewedding juga disini ya
Memang hutannya gak ada pepohonannya gitu yaa, Abah?
BalasHapusAku belum pernah ke Gunung Papandayan. Kalau Hotel Papandayang, hehehe.. pernah.
Panduannya lengkap dan siap untuk diikuti arahannya agar bisa menikmati pemandangan indah Gunung Papandayan di Hutan Mati jugaa...
Hutan mati ini menurut saya adalah destinasi wisata yang unik dan jarang ditemukan di indonesia. Kebanyakan hutan yang dicari rimbun dan hijaunya, hutan mati justru nawarin daya tarik yang 180 derajat berbeda
BalasHapusSeru sekali kak naik gunung bersama keluarga pasti butuh effort sekali utk bisa sampai kesana, ingin sekali2 naik gunung tapi apa daya suami & anak2 sepertinya kurang suka utk traveling naik gunung
BalasHapus