Sekelumit Pengalaman Menulis Buku Digital Public Relations
Bukan Review Buku Digital Public Relations
Catatan ini lebih sharing pada pengalaman dan percikan-percikan pikiran saat akan dan sedang menulis buku Digital Public Relations yang terbit awal tahun 2024.
Berawal mengajar satu mata kuliah
kurang lebih selama 5-6 tahun, sejak 2014 sampai dengan tahun 2020 awal. Seorang
kolega menugaskan saya untuk menyusun rencana program semester mata kuliah
baru, yaitu Cyber Public Relations.
Saya tidak memiliki pengalaman mengajar mata kuliah ini sebelumnya. Namun, sejak 2010, sudah tertarik dengan isu-isu di ruang digital. Ketertarikan tersebut saya tuangkan dalam tulisan-tulisan lepas semacam kolom atau opini di media cetak.
Buku Digital Public Relations Memadukan Pengalaman, Jejaring, dan Konsep
Sejak tahun 2006, pasca lulus kuliah sarjana, saya mulai ngulik blog. Hal ini saya lakukan karena banyak tulisan-tulisan yang saya kirimkan ke media cetak tidak kunjung terbit. Alhasil komputer jadul yang saya miliki saat itu berisi, kalau tidak bahan skripsi ya tulisan-tulisan lepas tersebut. Akhirnya saya mulai ngulik blog mulai dari Friendster lalu ke platform khusus blog, blogspot atau blogger, yang saat itu masih belum popular.
Tahun 2010 menjadi tahun mulainya
popularitas isu-isu ruang digital. Hiruk-pikuk berinternet sudah
mulai terasa. Bahkan 2011, karena rajinnya ngeblog, sudah mulai ada yang DM (direct massage-japri)
melalui pesan media sosial untuk melakukan liputan peluncuran rumah makan baru
di Jakarta. Artinya, Perusahaan juga sudah mulai melirik eksistensi blogger
saat itu.
Plus, beberapa tulisan saya
tentang isu-isu internet saat itu terbit di media terbesar di Jawa Barat yang
sudah merambah secara nasional, Pikirak Rakyat. Sehingga ketika menerima tawaran
untuk mengembangkan mata kuliah Cyber Public Relations, akhirnya saya mencoba observasi
dan mengumpulkan bahan.
Sayang, saat itu sulit sekali mencari referensi
tentang Cyber/ Digital Public Relations. Baik versi Indonesia ataupun versi
luar. Beberapa referensi yang saya gunakan dengan isu-isu new media atau digital
culture.
Ada satu rujukan yang akhirnya saya temukan di
perpustakaan kampus, yang akhirnya menjadi tempat kerja sekarang, bukunya Bob
J. Onggo tentang Cyber Public Relations. Sayangnya bukunya terlalu praktis dan sudah
kurang uptodate, karena sudah terbit sejak beberapa tahun lalu. Karena terlalu praktis, isu konseptual tidak dibahas dalam
buku tersebut. Sehingga saya harus memutar otak agar relevan dengan
perkembangan.
Setelah bergelut selama kurang
lebih sebulan jadilah rencana pembelajaran semester dan modul ajar Cyber Public
Relations. Modul ini jauh dari
kata representatif, karena seperti yang saya tulis pada paragraf sebelumnya,
kesulitan referensi akademik. Beberapa isi saya rujuk dari referensi daring yang menurut saya bisa dipergunakan, walaupun belum bisa dipertanggungjawabkan.
Nah, untuk mempertanggungjawabkan buku
tersebut, saya juga harus mulai masuk ke dalam isu yang banyak dibahas dalam
buku tersebut, salah satunya adalah blogging. Walaupun sejak 2006 sudah ngeblog
dan berjejaring, tapi belum begitu masuk ke dalam jejaring konseptual tentang
Digital Public Relations. Hal inilah pada akhirnya yang mengantarkan saya untuk
terlibat dalam komunitas blogger yang ternyata sangat bermanfaat untuk buku ini. Walaupun
tetap tidak berdiri sendiri karena saya harus melakukan sinkronisasi dengan konsep.
Referensi dari Berjejaring dengan Komunitas dan Relasi Perusahaan
Konsep corporate blogging, SEO,
Brand Journalism, termasuk juga Buzzing/ Buzzword adalah beberapa konsep
sekaligus praktis hasil pengamatan saya saat terlibat dengan komunitas blogger.
Pada sisi lain, kegemaran saya membaca dan menulis mengantarkan saya memasukkan
konsep yang cukup reflektif terkait dengan dehumanisasi yang terjadi di era
awal kemunculan teknologi. Ini
menjadi pembuka sekaligus juga penutup buku ini. Karena idealnya, kehadiran
teknologi, bukan mendehumanisasikan, justeru harus betul-betul fungsional mengembalikan
sifat kemanusiaan dari penggunanya.
Beberapa referensi tersebut yang memang saya
suka sejak awal terhadap buku-buku yang diterbitkan oleh Rhenald Kasali dan Hermawan
Kertajaya. Sangat relevan. Selain juga dari bukunya John Naisbit. Tentu
saja masih banyak buku lain yang tidak saya sebutkan. Namun buku-buku yang saya
baca, di luar buku ajar atau referensi perkuliahan cukup mudah memberikan
konteks terhadap penulisan buku Digital Public Relations tersebut.
Empat tahun mengampu mata kuliah Cyber/ Digital Public Relations, dan selama empat tahun tersebut saya coba kembangkan ke dalam bentuk observasi/ riset bidang digital Public Relations. Ternyata cukup relevan. Tema tentang media sosial dan buzzword merupakan salah dua yang sering saya observasi dan saya tulis menjadi artikel jurnal. Ternyata sangat relevan jika menjadi bagian dari pengembangan modul Cyber/ Digital Public Relations.
Menyusun Buku Digital Public Relations
Barulah pada tahun 2018, saya mulai menyusun outline
dan melakukan penyesuaian tema-tema agar lebih sesuai dengan perkembangan komunikasi digital. Tema-tema
yang masih relevan saya pertahankan, beberapa yang terlalu praktis dan sulit
masuk ke dalam konsep saya buang. Sehingga buku yang saya tulis, sudah jauh berbeda dengan modul awal yang saya tulis.
Outline pun berubah-ubah sesuai perubahan isu-isu di ruang digital. Dari 9 tema/ bab, menjadi 13 tema, menjadi 15 tema. Saya coba koreksi lagi. Tema materi silih berganti. Hingga akhirnya betul-betul baru dan relevan dengan isu digital Public Relations dari definisi, konsep, hingga sisi praktis, jadilah 13 bab tema dalam buku Digital Public Relations. Satu tema pembuka sebagai pengantar wacara, satu tema penutup sebagai refleksi, dan 11 tema inti dari buku Digital Public Relations, baik secara konsep ataupun praktis.
Pada tahun 2018 juga sudah cukup
banyak referensi yang relevan seperti New Marketing & Public Relations,
online public Relations, dan lain sebagainya. Sehingga menambah semangat saya
untuk menambah bab-bab buku, bukan lagi modul, bahkan konten modul sudah tidak digunakan
lagi dalam buku tersebut, karena beberapa sudah usang isunya.
Sayang sekali, 2019 saya harus
resign dari tempat saya bekerja. Buku pun tertunda. Saya berjibaku dengan ekonomi terlebih dahulu. 2020
malah masuk pandemi. Saya pun semakin melupakan buku tersebut. Beberapa konten secara data sudah
cukup usang juga. 2022, saya berkesempatan bersilaturahmi dengan penerbita buku-buku
komunikasi, dan saya utarakan tentang draft buku yang sudah ada 8 bab. Gayung
bersambut. Dan saya mulai melengkapi kekurangan bab.
Pada tahun 2023, saya selesaikan bab demi bab kekurangannya, saya juga sambil melakukan revisi sekolah yang masih belum menemukan jalan
pulannya. Akhirnya semua draft selesai
di akhir tahun 2023. Revisi kurang lebih sekitar 8-1 tahun karena nyicil.
Dari Cyber Public Relations ke Digital Public Relations
Pada bulan April 2024 menjadi salah satu
bulan Sejarah untuk saya sendiri, karena buku yang sudah saya susun sejak 2018
akhirnya terbit juga. Tentu saja ini bukan soal bukunya, tapi prosesnya yang
cukup Panjang.
Ternyata menerbitkan buku tidak
seperti menerbitkan tulisan di koran, tidak seperti menerbitkan tulisan di
blog, begitu juga tidak seperti menerbitkan artikel di Sinta, jika sudah acc
pun harus mengantri terbit buku lain. Harus menunggu pasarnya. Termasuk juga
sekarang, khususnya untuk penulis pemula, harus mamastikan pasarnya ada atau tidak.
Setelah terbit, ternyata proses
belum selesai, karena buku ini harus menemukan ceruk pasarnya. Untuk menemukan
ceruk pasar tidak mudah. Perlu
publikasi, perlu promosi, perlu pembahasan secara terus menerus. Dan proses terakhir
ini belum saya lakukan.
Termasuk juga mempertimbangkan penggantian judul dari Cyber Public Relations menjadi Digital Public Relations. Istilah Cyber dan Digital secara istilah beda, secara definisi juga berbeda, namun berada dalam satu ruang yang sama. Pertimbangan istilah yang lebih popular dan juga lebih umum pada masa kini menjadi salah satu pertimbangan. Selain juga, pada praktiknya, konsep digital lebih relevan dibandingkan dengan istilah cyber yang hanya merujuk pada sifat imajinatif. Sedangkan istilah digital lebih merujuk pada sifat yang konkret dari aktivitas di ruang internet.
Menulis buku di era digital dengan keterbukaan
akses terhadap pembajakan begitu berat, bagi penulis pemula tentunya. Sehingga
saya belum begitu bangga, karena buku ini masih perlu proses yang cukup panjang
untuk bertemu dengan orang-orang yang membutuhkannya.
Sebagai gambaran, buku ini tidak membahas PR
konvensional, baik secara definitif ataupun secara praktis. Tapi murni mengkaji
secara konsep dan membahas secara praktis isu krusial komunikasi perusahaan di
ruang digital. Oleh karena itu, mungkin perlu ditautkan linknya hasil review
seorang teman lama yang tanpa diminta memberikan komentar yang menurut saya
cukup fair, beli buku sendiri, dan mereview pada laman facebooknya juga sendiri
tanpa saya minta, judulnya Refleksi Teknologis dalam Buku Digital Public Relations.
Semoga tidak hanya berhenti pada buku Digital Public Relations, jika ngintip folder Buku di laptop, ada juga calon buku lain yang outline-nya sudah selesai.
Nah, itulah ya....
Cag
Bandung, 14-11-2024.
Ternyata Abah blogger senior, selamat dan sukses atas terbit bukunya bah. jadi penasaran isi bukunya nih..
BalasHapusHehe iya senior dalam umur, tapi masih yunior dalam karya Kang..., terima kasih sudah berkunjung ya,
HapusSaya belum bisa menerka isi bukunya Bah, mungkin tentang kaitan medsos dengan public relation. Kalau melihat Abah dari mulai Friendster kayaknya ada yang tertinggal bah, miRc hehehe.... Btw, dulu di Bandung ada yang saya kenal juga, beliau seorang dosen, penyiar, penulis juga.. Kang Romel. Kayaknya masih aktif deh beliau
HapusKarena kalo miRc itu bukan blog ya, lebih ke aplikasi chating. Kalau friendster dulu selain sebagai jejaring sosial (pertemanan) juga ada fasilitas blognya.
Hapusuntuk medsos, karena sudah sangat popular, PR perusahaan atau pemerintah memanfaatkannya untuk publikasi, juga branding.
oke bah, saya sudah mulai faham arahnya.. nuhun bah, semoga bisa memiliki bukunya
HapusArtikel ini sangat menginspirasi bagi yang ingin memulai menulis buku. Pengalaman penulis yang dibagikan sangat berharga sekali..
BalasHapusAlhamdulillah kalo menginspirasi,
HapusPengalaman berharga sekali ini, Bah. Saya meyakini semua orang itu sebenarnya bisa menulis, tapi yang tak mudah adalah memulainya, meski pun itu tulisan di koran atau media seperti blog. Selamat untuk karyanya abah, semoga bisa memberi manfaat yang luas buar masyarakat ya. :D
BalasHapusIya teh, iya betul susah sekali memulai, dan konsisten agar bukunya selesai. Tapi benar pada dasarnya setiap orang jika termotivasi pasti akan menemukan jalannya masing-masing.
Hapusdulu ku gelutin dua-duanya. tapi sekarang fokus untuk menjadi seorang blogger full. walaupun saingan banyak dan blog bersaing dengan konten kreator video ...
BalasHapusnewsartstory
Sesekali saya pengen dong diskusi atau ngobrolin tentang fulltime blogger. Pasti akan sangat menarik.
HapusWah selamat dengan bukunya pak. Saya juga bercita-cita pengen punya buku suatu saat nanti, jadi bisa belajar dan berbagi pengalamannya juga ya hehe
BalasHapusMakasih teh, semoga cita-citanya tercapai. Intinya mulai dulu aja nanti akan ketemu sama jalannya...
HapusAlhamdullilah akhirnya selesai juga. Buku ini bisa menginspirasi orang lain dan bagi yang baru mengenal dunia public cyber. Semangat buat buku selanjutnya
BalasHapusAamiin, makasih teh, iya nih lagi nyiapin buku selanjutnya, udah ada satu dua bab. Cuma gak tau kapan selesai hahaha
HapusWah keren banget kak! Sepertinya menarik sekali, saya jadi penge baca bukunya langsng
BalasHapusmakasih kak,
HapusWow, panjang juga prosesnya, belum lagi lika-likunya selama proses penyusunannya. Selamat ya Abahraka atas terbitnya buku solo perdananya ini! Semoga sukses selalu. Salut sama semangatnya, walaupun sempat tertunda cukup lama tapi bisa menemukan semangat lagi buat menyelesaikan buku ini. Konon, tidak ada tulisan yang bagus selain tulisan yang selesai :")
BalasHapusSetuju banget nih kalimat terakhir, bahkan seorang penulis Jacob Sumardjo pernah bilang, gak ada penulis juara satu karena yang ada itu penulis kreatif.
HapusSelamat ya utk penerbitan bukunya..insyaAllah segera disusul buku2 berikutnya. Ah..jadi kangen sensasi nulis dan nerbitin buku mskpn blm pernah nyoba di penerbit mayor hehe..
BalasHapusAamiiin, hayo mbak coba, ada adrenalin-adrenalinnya juga loh saat ditagih sama editor hehehe
HapusWalau penuh perjuangan panjang dari segi ide dan tentunya mood yang oke biar ngelarin artikel, keren kak bisa akhirnya buku terbit. Selamat ya, semoga banyak memberikan manfaat
BalasHapusIya bener banget mbak, ternyata butuh mood booster super buat nulis buku...., aamin semoga bermanfaat.
HapusBaca tulisan ini jadi ikut ngebayangin gimana rasanya menempuh proses panjang tersebut demi terbitnya sebuah buku. Selamat ya Abahraka atas terbitnya buku perdananya. Semoga buku-buku lain segera menyusul dan memberikan manfaat bagi yang membaca.
BalasHapusIya ini bagian dari mimpi punya buku solo sendiri. Memang cukup panjang prosesnya. Tapi bisa menerka bagaimana lagi agar bisa terbit buku solo. Walaupun panjang prosesnya, akhirnya bisa terbit.
HapusWah, keren kak
BalasHapusSelamat atas buku digitalnya. Semoga makin banyak karya karya baru berikutnya
makasih, aamiin, insya Allah terbit lagi.
Hapuslama juga prosesnya ya abah, tapi alhamdulillah rampung juga. menarik nih judulnya, digital PR, nampaknya cukup penting juga diaplikasikan di era digital. kalau tertarik, bukunya bisa diperoleh dimana nih?
BalasHapusIya betul lumayan prosesnya lama, ini juga karena ketidakstablian dan semangat yang moodian. Oh ya bukunya udah ada di lokapasar baik ijo atau orange teh....
HapusWah, selamat atas karyanya ya Bah, Digital Public Relations. Prosesnya panjang juga ya ternyata. Memang kalau baca cerita-cerita orang, perjuangan menerbitkan buku itu cukup rumit. Belum lagi setelahnya ada tantangan lain juga seperti promosi dan lain-lainnya.
BalasHapusMakasih teh Shalikah...iya lumayan panjang banget, tapi akhirnya bisa memperkirakan, dalam sebulan dan dua bulan bisa berapa bab bisa selesai jika fokus nulis.
HapusAku sejujurnya sangat menikmati Buku Digital Public Relations.
BalasHapusMeski bukan dari circle Public Relation, tapi jadi menarik bagiku yang kini mau gak mau butuh banget ilmu mengenai Digital Public Relations demi membangun konten yang bisa "berkomunikasi" dengan follower.
Pas banget, Abah Raka.
Aku lagi sangat excited dengan yang namanya engagement media sosial. Jadi berasa sedikit banyak bisa menerapkan penelitian Abah Raka dari tahun ke tahun mengenai Digital Public Relations.
Waah makasih apresiasinya teh, sedikit banyak saya juga belajar dari temen-temen blogger dalam berjejaring....
Hapus