Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sosialita Layar

Kemunculan pertama dalam dunia layar, adalah televisi. Dulu kita mengistilahkannya dengan layar kaca. Bahkan beberapa kalangan sering menyebutnya layar dunia. Namun belakangan sejak kemunculan telepon genggam serta munculnya internet, dunia layar bukan lagi monopoli televisi. Sejak popularitas telepon genggam membumi, ketika tidak lagi menjadi monopoli orang-orang berduit, semua orang hampir selalu sibuk dengan layar telepon genggam. Begitupun ketika terjadi konvergensi antara teknologi selular dengan internet dan produk konvergensi tersebut dapat dijangkau dengan harga murah, semua orang hampir selalu online dengan dunia layar, mulai remaja sampai orang tua, dari yang kelas menengah sampai kelas bawah, bahkan para akademisi, pejabat, anggota dewan sering kali online dengan dunia barunya tersebut; online dengan layar, mereka pun mempromosikan dirinya dengan memasang account dalam sebuah atau beberapa buah situs jejaring social semacam fesbuk.

Melalui layar kita bisa melihat aksi bom bunuh diri di Jakarta beberapa pekan lalu, melalui layar kita bisa memasuki dunia baru yang belum pernah kita bayangkan sebelumnya, layar kini menjadi dunia atau mainan baru yang sangat mengasyikan, karena di layar baru tersebut hampir segala kebutuhan tersedia. Bahkan ketika kita meninggalkan satu layar dengan segera pula kita akan berhadapan dengan layar-layar yang lain. Bahkan layar-layar yang bertebaran secara berbeda tersebut bisa disatukan dalam satu layar sebagai hasil teknologi konvergen berbagai teknologi. Sudah bukan hal yang baru orang berhubungan melalui layar, ketika pertama kali munculnya layar internet, banyak orang yang mendapatkan pasangan hidupnya melalui layar tersebut. Kini dalam dunia layar baru, dimana segala teknologi tersedia, orang dapat melakukan apa saja; mulai dari memesan makanan tinggal menyentuh layar, butuh barang elektronik kita tinggal buka toko online, butuh uang dapat transfer melalui atm online, ingin mengetahui kabar keluarga tinggal menggunakan teknologi 3,5 G dan kita pun sudah bisa melihat mereka yang berada jauh di rumah melalui layar.
 
Bahkan dengan melalui layar, buku-buku untuk kepentingan akademis bisa didapat dengan mudah melalui layar. Dulu, ketika para siswa atau mahasiswa memerlukan sejumlah buku untuk kepentingan tugas harus membeli buku atau setidaknya mencari-cari di perpustakaan, dengan kehadiran layar baru internet, semua orang tinggal mengetikan buku yang dibutuhkan. Maka dengan sendirinya mesin pencari akan memunculkan sejumlah buku untuk di baca atau dipesan langsung.

Layar pun telah mempertemukan banyak orang yang sudah hampir 10-25 tahun tidak pernah berhubungan, seperti yang sering terjadi dalam fenomena jejaring social fesbuk. Jejaring tersebut mempertemukan banyak orang yang sudah lam ditinggalkannya, teman semasa kecil, hingga akhirnya diadakan reuni.

Layar baru dan virus sosial

Dalam pandangan Yasraf A. Piliang, layar merupakan medium utama masa kini, yang di dalamnya dunia kehidupan tidak sekadar direpresentasikan, tetapi disimulasikan, bahkan melalui layar dimungkinkan dibentangkannya dunia sosial, melalui layar juga orang dibentuk kesadarannya.

Bagaimana halnya dengan beberapa kejadian yang dibentuk kesadarannya melalui layar, hingga akhirnya melakukan perilaku yang membahayakan orang lain. Katakanlah anak usia SD yang meneror sebuah hotel karena terbentuk kesadarannya melalui layar, atau seorang isteri yang rela memutilasi tubuh suaminya karena kesadarannya dibentuk oleh layar, atau beberapa anak pada tahun 2006 lalu yang melakukan smack down terhadap temannya hingga tewas.

Bahkan dalam dunia sosial, kini layar menjadi medium kesadaran baru untuk bersilaturahmi; menanyakan kabar, undangan rapat, undangan pernikahan, memberikan informasi atau kabar, mengirim foto keluarga, mencaci maki orang, atau bahkan mencari teman baru. Melalui layar pula kita bisa meraih eksistensi kita sebagai kebutuhan psikologis kita sebagai mana dinyatakan oleh Maslow, bapak psikologi humanis. Kita dapat menunjukan siapa sebenarnya diri kita, walaupun tampak kamuflase. Dengan unjuk eksistensi kita, baik melalui berbagai foto kita, kata mutiara, tulisan atau mengomentari teman kita baik yang lama atau baru kita rela menghabiskan berjam-jam depan layar. Bahkan mungkin selain kita tidur hampir semua jam bangun kita habiskan depan layar; mulai dari kebutuhan biologis; pesan makan minum; kebutuhan fsikologis; bersosialisasi dengan teman-teman kita; kebutuhan akademis; mencari buku dan sebagainya, layar menjadi perpustakaan baru yang menyediakan segala macam bentuk dan jenis buku serta berjuta-juta artikel yang kita butuhkan.

Dengan berbagai aktifitas yang kita habiskan melalui layar, hubungan sosial pun demikian menjadi virtual dan maya seperti dinyatakan oleh Yasraf. Orang-orang berhubungan tidak lagi membumi atau menyentuh realitas, karena mereka hanya berhubungan melalui layar. Sehingga jika kita terlalu terlena dengan segala kebutuhan yang disediakan oleh layar dalam dunia yang baru, layar pun menjadi semacam virus dalam kehidupan sosial kita. Sehingga pantas saja beberapa instansi melarang karyawannya untuk membuka fasilitas dari layar tertentu; seperti fesbuk.

Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang terkena virus sosial baru tersebut, dan kita menggunakan layar hanya untuk tujuan yang bermanfaat bukan untuk bernarsis diri atau yang bersifat konsumtif.

Di muat HU Bandung Ekspres edisi 3 Agustus 2009

Post a Comment for "Sosialita Layar"