Engagement Blog Berawal dari Percakapan, Sebuah Ironi dari Blogwalking

Menulis, Saat tidak Mengejar Views

Ilustrasi https://www.abahraka.com

Awal tahun 2025, saya cukup rajin menulis, setidaknya minimal dua konten setiap bulannya. Sudah sejak lama saya tidak pernah membagikan konten tersebut di media sosial, pada platform apapun. Namun lebih mengandalkan SEO sederhana.

Saat ada notifikasi dan atau ikon berapa kali konten dibagikan, buat saya sudah cukup. Apalagi dua tahun terakhir, sudah jarang aktif di media sosial, jadi setiap tulisan tidak pernah dibagikan di media sosial.

Saat tidak pernah dibagikan tersebut, kontennya selalu saja ada yang baca, walaupun jika artikelnya biasa-biasanya apalagi normatif, sudah tembus 200 pembaca itu sudah lumayan, paling-paling jika artikelnya kelakar pribadi, udah lumayan nyampe 100 pembaca.

Kecuali cerita perjalanan, seringkali lebih dari 500 kadang 1000 lebih. Jikapun sampai 500 pembaca itu adalah pencapaian luar biasa bagi saya. Jika sampai 1000 view, mungkin menarik dan kata kunci kebetulan nyangkut di mesin pencari.

Jumlah kunjungan 100-200 pada setiap artikel adalah hal yang normal bagi artikel saya. Selain tidak pernah dibagikan di beranda media sosial, isu-isu yang saya tulis juga tidak pernah ikut trend. Pernah coba ikut trend, lumayan pembacanya ramai, tapi saya merasa terpaksa.

Menulis, menyeimbangkan Otak Kerja dengan Otak Jiwa

Saya ingin mengembalikan tradisi, bahwa menulis itu untuk refresh diri, menulis itu untuk bersenang-senang. Maka, saya tidak lagi menulis sesuai trend. Kecuali, jika saya kebetulan ingin menulis opini yang harus saya kirim ke media, itu sudah jadi pakem, maka mau tidak mau saya harus ikut isu yang sedang ramai sekarang apa. Misalnya tentang isu Demo.

Update kontennya juga jarang-jarang, saya paksakan menulis untuk tetap membiasakan diri agar otak saya tetap jalan, tidak melulu soal pekerjaan, yang kadang ada sisi stressingnya. Menulis adalah menjeda pekerjaan. Agar otak ini menjadi berimbang, antara untuk urusan kerja dan untuk urusan memenuhi kebutuhan diri sendiri.

Oleh karena itu, jika dua bulan sudah tidak ada tulisan, akan saya update, mungkin bulan ketiganya. Jadi antara satu bulan atau dua bulan baru saya update. Paling lambat tiga bulan. Satu atau dua artikel sudah cukup.

Blog Sebagai Rumah Kita

Pertengahan 2024, saya mulai rajin update, setidaknya 1-2 artikel setiap bulan. Untung-untung jika ada artikel korporat, sangat terbantu bisa lebih dari dua artikel.

Saya juga menjadi rajin untuk ikut terlibat aktivitas blogger, khususnya setelah masuk grup WA komunitas, yaitu blogwalking. Selain lebih efektif menjaring pengunjung, salah satu poin inti dari blogwalking bukan komentar, tapi engagement.

Blogwalking dapat meningkatkan engagement blog yang menjadi pusat dari komunikasi digital. Tanpa engagement konten apapun menjadi kurang bernilai.

Mungkin masih ingat ada pepatah dari Bill Gates, bahwa konten itu raja (content is king) tapi conversation is queen, begitu kira-kira kata-kata yang saya dapat dari salah satu buku ‘Engage!’ karya Brian Solis.

“Percakapan adalah ratu”. Percakapan menjadi inti dari engagement. Dalam percakapan harus terlibat setidaknya, orang-orang yang berkepentingan di dalamnya. Ambil contoh misalnya, penulis konten (blogger) dan komentator, yaitu pembaca.

Artikel sebagai pintu masuk rumah dari blogger, tentu saja harus dijaga sama pemiliknya. Jika ada yang bertamu, baiknya yang punya rumah harus hadir.

Sedangkan, URL artikel yang disertakan saat mengikuti blogwalking merupakan bentuk undangan untuk datang ke rumah kita (blog). Artinya, jika kita mengundang tamu, pemilik rumah juga harus hadir dalam rumahnya.

Jika diibaratkan dengan komentar, komentar tersebut merupakan bentuk kehadiran tamu karena telah diundang oleh pemilik rumah. Namun, saat tamu datang berkunjung (komentar pada blog) pemilik rumah tidak ada di rumah (dalam komentar tersebut).

Rasanya tamu hanya sekedar ketuk pintu saja tanpa dipersilakan masuk ke dalam. Atau dia bertamu, tapi pemiliknya tidak ada, tapi disuruh untuk tunggu di dalam atau teras rumah. Gimana rasanya? Hehehe

Blogwalking, Percakapan, dan Engagement

ilustrasi: https://www.abahraka.com

Saya menganalogikan, saat kita ikut blogwalking, meminta tamu untuk datang ke rumah, tapi pemiliknya dengan sengaja tidak menemuinya atau membiarkannya masuk tapi tidak menemuinya. Komentar kita tidak pernah berbalas, tidak disambut dengan apresiasi balik dari tamu yang datang berdasarkan undangan tersebut.

Lalu apakah terjadi percakapan? Terjadi conversation? Padahal percakapan itu jadi inti dari engagement karena keterlibatan itu menyatukan dua orang, seperti tunangan yang menyatukan dua orang yang berbeda. Selalu melibatkan orang-orang yang menyatukan diri, dalam hal ini seharusnya antara tamu dan pemilik rumah.

Nah di sini letak pertanyaannya, bukannya ikut blogwalking itu untuk meningkatkan engagement? Tapi kenapa tidak tercipta percakapan, dengan kata lain kenapa tamu tersebut tidak disambut dengan baik, dengan cara membalas komentarnya? Apakah ini bentuk penghargaan terhadap tamu yang kita undang sendiri ke rumah kita?

Ini saya temukan, saat beberapa kali ikut blogwalking. Bahkan ada komentar-komentar juga yang tidak diapproval, karena komentarnya dimoderasi.

Sebagai bentuk pertanggungjawaban, artikel ini tidak hanya terjadi saat saya melakukan blogwalking. Saya mengecek 10 konten yang diikutsertakan untuk blogwalking. Salah satu cirinya adalah komentarnya cukup banyak ya, jika dibandingkan dengan konten lain. Saya juga cek lagi konten-konten yang pernah diikutsertakan untuk blogwalking.

Dari 10 blog yang saya cek, terdapat tiga blog atau konten yang komentarnya berbalas. Tentu saja ini bukan generalisir, karena masih banyak juga komentar-komentar yang dibalas. Tapi sangat disayangkan dari beberapa blog yang saya cek tersebut, beberapa blog tidak satupun membalas komentar, sama sekali. Terdapat satu konten blog yang berbalas tapi hanya satu dua saja dari puluhan komentar.

Menurut saya, tentu saja ini ironi. Bukankah keikutsertaan untuk blogwaking itu untuk meningkatkan engagement? Tapi kenapa tidak diciptakan engagement tersebut?

Ini juga menjadi semacam bentuk tidak menghargai terhadap tamu yang diundangnya, walaupun bisa jadi blogger lain juga masa bodo, mau dibales atau tidak. Karena sudah sibuk dengan deadline-deadline.

Saya sendiri, jarang mengecek kembali apakah komentar saya dibalas atau tidak, tapi ada beberapa konten sama yang diikutsertakan untuk ikut blogwalking di Grup lain, otomatis kecek tanpa sengaja. Apakah komentarnya mendapatkan feedback dari pemilik blognya.

Tanpa Percakapan Tidak ada Engagement

Dalam konsep komunikasi digital, engagement itu sebuah proses dan klimaks. Berbeda dengan Komunikasi Pemasaran, tahap akhirnya bukan engagement, tapi penjualan atau monetisasi. Tapi tanpa engagement, monetisasi itu menjadi jauh dari panggangnya.

Oleh karena itu sebelum masuk ke tahap engagement, salah satu proses dalam tahap komunikasi digital adalah conversation, seperti yang dibilang oleh Brian Solis, Percakapan itu adalah ratunya dalam komunikasi digital. Conversation sendiri merupakan bentuk interaksi yang terjadi dalam sebuah platform. Sebagaimana halnya dalam dunia offline, interaksi itu terjadi jika terjadi dialog atau saling berbalas pesan. 

Dulu saya alamatkan tulisan ini kepada selebgram yang sudah makro, mereka begitu produktif untuk membuat konten setiap hari, tapi sangat malas membalas komentar dari followersnya, padahal dia bisa hidup karena ada partisipasi dari followersnya.

Sama halnya juga dengan blogger, adanya pembaca dan komentator itu bisa menjadi ciri bahwa artikel kita bermanfaat, artikel kita menarik. Penulis bisa jadi mengabaikan semua komentar, tapi valuasi dari blognya menjadi kurang. Dari sisi komunikasi digital, hal ini juga sekaligus menggugurkan engagement yang tadinya ingin diciptakan oleh blogger.

Engagement sendiri menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan valuasi blog. Apakah blog tersebut bernilai atau tidak. Bahkan dapat menyumbang terhadap statistik blog. Atau mungkin karena kita hidup terlalu pragmatis, yang penting dapat job, soal membalas komentar itu soal lain. Entahlah.

Engagement merupakan klimaks dari proses komunikasi digital. Ketika sebuah konten telah menarik perhatian, ketika pembaca memutuskan untuk berpartisipasi, ketika pemilik konten mau terlibat dalam percakapan. Maka terjadilah engagement.

Tapi semua dikembalikan kepada pemilik blog, toh yang penting komentator sudah melakukan kewajiban, jika tidak berbalas, bukan lagi tanggung jawab komentator. Semua dikembalikan kepada pemilik rumah. ***[]

17 komentar untuk "Engagement Blog Berawal dari Percakapan, Sebuah Ironi dari Blogwalking"

  1. Bener banget, interaksi santai di kolom komentar sering jadi nyawa blog—bikin pembaca balik lagi. Jadi terinspirasi untuk lebih merespon dan engage!

    BalasHapus
    Balasan
    1. bahkan mungkin bukan hanya soal balik lagi, tapi pembaca yang berkomentar merasa disambut juga apalagi sampai terjadi percakapan yang terus menerus. Bukankah kita menulis selain untuk diri pribadi juga biar pembaca dapat insightnya?

      Hapus
  2. Setuju sekali, terkait berbalas komentar ini tak kalah vital dengan konten yang berkualitas. Jika ada komentar masuk memang sebaiknya direspon atau dibalas. Jujur saya memilih komentar di moderasi tujuannya: saat proses ACC komentar, saya akan sambil balas satu persatu komentar yang masuk. Sama menghidari dari komentar spam juga.

    Makasih banyak pencerahan terkait
    engagement blog. Sebaiknya memang fokus membalas komentar juga selain bikin artikel. Sehingga tercipta percakapan dua belah pihak yang akan berdampak baik pada peningkatan engagement.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya selalu melihat media sosial itu seperti dunia nyata, jadi kalo ada yang menyapa kita, apakah cukup kita kasih jempol? pastinya gak sopan dan tidak respek ya..., yang mengapresiasi kita, setidaknya kita ucapkan terima kasih mungkin, atau justeru saat orang memberikan tanggapan terhadap pendapat kita, akan lebih asyik jika terjadi diskusi...

      Hapus
  3. Engagement blog itu ternyata lahir dari obrolan seru, kayak ngobrol sama temen di warung kopi. Bener-bener bikin kita sadar, tulisan yang oke itu dari cerita keseharian yang relate. Keren bah, bikin semangat nulis blog lagi ini mah!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tah eta pisan kang de, ibarat ngobrol, tapi dina komentar jangankan ngobrol, bales aja tidak nya...gak semua, tapi beberapa saya temukan, seperti komentar itu tidak berguna.

      Hapus
  4. Saya senang berkunjung dan begitupun pada yang berkunjung biasanya saya balas di saat² senggang. Seneng sih dengan BW jadi ada interaksi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yes, bener banget teh, interaksi juga penting

      Hapus
  5. seandainya platform memiliki fitur secanggih platform sosmed lain yang punya notifikasi otomatis, mungkin akan mempermudah proses balas-membalas komen. Apalagi jika komennya sampai puluhan. sayangnya gak demikian, blogger harus cek dashboard satu per satu dan dengan sengaja meluangkan waktu membaca komen dan membalas satu per satu, to be honest saya termasuk yang jarang balas komen. Tapi membaca komen memang membuat saya bahagia meski kadang ada komen pendek yang gak nyambung dengan isi artikel, hehe. ya gpp lumayan buat nambah pv, begitu ujar saya.

    Memang, hak membalas atau tidak dikembalikan pada pemilik rumah. bagi saya pribadi, komen saya tak berbalas pun tak apa. Karena sama seperti halnya saya, paham betul bagaimana situasi percakapan di blog ini seperti apa, yang berbeda dengan platform sosmed lainnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju banget sih, kita tahu mana komentar yang gak baca sama yang baca ya...., udah komentar asal, eh gak nyambung hehehe...beneran gpp nambah pv juga ya

      Hapus
  6. Setuju banget, interaksi di kolom komentar memang bikin blog lebih hidup. Aku baru tahun ke 3 ikut komunitas blogger hehe, sangat membantu membangun diriku untuk lebih semangat nulis juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saling komentar juga bisa menjadi salah satu teknik SEO loh, cek aja kadang kalo kita cari di google nyangkutnya ke komentar justeru ya...

      Hapus
  7. Saya juga menganggap blog sebagai rumah. Soal engagement, sebenarnya saya juga punya target untuk membalas semua komen teman-teman, tapi masih belum 100%. Btw kayaknya blog perlu upgrade sistem kolom komentar supaya bisa "asik" kayak di medsos lain seperti tiktok. Nggak semua kolom komentar ada notif,, jadi saya nggak tahu komen saya udah dibalas atau belum.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo tiap minggu ada waktu blogging, pasti setiap masuk ke frontend-nya, waktu kita mau posting, kita juga ngecek yang lain, misalnya komentar, di cms blogspot ada, tapi di wordpress juga kalo gak salah ada...cuma beda formatnya.

      Hapus
  8. kalau menurut saya sih salah satu alasan mengapa kalau di blogger ini jarang sekali terjadi balas berbalas komentar adalah karena tidak ada notifikasi yang diberikan jika ada komentar atau balasan masuk.

    Ini berbeda sekali dengan multiply dulu yang mana satu artikel itu kadang malah lebih seru komentarnya karena penulis dan pembaca saling berbalas. Dan itu terjadi karena di Multiply memang ada notifikasi terkait balasan komentar ini. kalau saya pribadi akan membalas komentar yang memang perlu dibalas. he

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang tidak ada notifikasi seperti medsos pada umumnya ya, tapi ada timeline yang bisa dicek, kalau misalnya rutin nulis, pasti secara tidak langsung juga akan muncul timeline komentar....

      Hapus
  9. Menarik topiknya, jadi tercerahkan saya, selama ini tidak terlalu memperhatikan tentang berbalas komentar saat blog walking ternyata untuk membangun engagement juga ya

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung, tunggu kunjungan balik saya ya...